Peringatan Hari Ibu Nasional ke-96 yang diadakan hari ini, Minggu, 22 Desember 2024 di Pusat Pemerintahan Kota Tangerang mengambil tema "Perempuan Menyapa, Perempuan Berdaya menuju Indonesia Emas 2045".
Peringatan Hari Ibu dimaksudkan untuk mengenang perjuangan kaum perempuan yang tidak mau ketinggalan dengan kaum laki-laki dalam membangun pondasi bangsa ini.
Sejak awal abad ke-20, perempuan mulai tumbuh kesadaran nasionalnya yang ditandai dengan munculnya organisasi-organisasi perempuan, seperti Puteri Mardika, Kautaman Isteri. Kerajinan Amai Setia (KAS), Pawiyatan Wanito, Wanito Hadi, Purborini, Wanito Utomo, Wanita Taman Siswa, Aisyiyah, Wanita Katholik, Putri Indonesia, dan masih banyak lagi.
Para pemimpin organisasi perempuan yang awalnya berjuang sendiri-sendiri, lalu timbul kesadaran tentang pentingnya kebersamaan dalam mewujudkan cita-cita bersama. Kesadaran tersebut menjadi landasan yang kuat untuk mewujudkan pelaksanaan Kongres Perempuan Indonesia I.
Kongres Perempuan Indonesia I yang dilaksanakan di Yogyakarta pada 22-26 Desember 1928 yang dihadiri oleh utusan dari 29 organisasi perempuan Indonesia tersebut, yang tampil sebagai pembicara sebanyak 15 perempuan yang merupakan perwakilan dari Wanito Utomo, Putri Indonesia, Aisyiyah, Putri Budi Sejati, Wanita Sejati, Darma Laksmi, Rukun Wanodya, Jong Java, Wanita Mulya, dan Wanita Taman Siswa. Hasil Kongres Perempuan Indonesia I yang terpenting adalah terbentuknya Perikatan Perempuan Indonesia (PPI).
Seperti dikatakan oleh Mutiah Amini dalam bukunya berjudul Sejarah Organisasi Perempuan Indonesia (1928-1998), PPI memiliki tugas untuk memikirkan pemberian beasiswa pendidikan bagi anak-anak perempuan yang membutuhkan, penguatan pendidikan kepanduan, mencegah terjadinya perkawinan anak, pengiriman mosi/usulan kepada pemerintah untuk memberikan dana kepada janda dan anak yatim dan memperbanyak sekolah perempuan, serta mengirimkan mosi kepada raad agama tentang pencatatan nikah dan talak.
Pada 28-31 Desember 1929, PPI mengadakan kongres yang dihadiri oleh 35 perwakilan organisasi. Salah satu keputusan penting dalam kongres tersebut adalah pengubahan nama Perikatan Perempuan Indonesia (PPI) menjadi Perikatan Perkumpulan Istri Indonesia (PPII). Selain itu, menurut A.K. Pringgodigdo dalam bukunya berjudul Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, kongres juga membahas tentang tempat dan kewajiban perempuan dalam hidup sosial dan ekonomi, perkawinan dan hidup keluarga, dan sebagainya.
Tahun 1935 diadakanlah Kongres Perempuan Indonesia II. Kongres yang dilangsungkan di Jakarta, 20-24 Juli 1935 ini, menurut Mutiah Amini, memutuskan nama Kongres Perempuan Indonesia (KPI) sebagai foum resmi pertemuan antarorganisasi menggantikan PPII, sekaligus membubarkan PPII. Hasil kongres lainnya adalah memutuskan untuk mendirikan Badan Penyidikan Perburuhan Perempuan (BPPP) dengan tugas mengamati pekerjaan yang dilakukan perempuan Indonesia. Setiap anggota kongres harus mengadakan usaha pemberantasan buta huruf melalui Badan Pemberantasan Buta Huruf (BPBH). Selain itu juga memutuskan akan menyelidiki sedalam-dalamnya kedudukan perempuan menurut hukum Islam dan berusaha memperbaiki kedudukan tersebut tanpa menyinggung agama Islam.
Kongres Perempuan Indonesia kembali digelar pada 23-27 Juli 1938. Kongres Perempuan Indonesia yang ketiga kalinya ini menghasilkan beberapa keputusan, salah satunya yang terpenting adalah menetapkan tanggal 22 Desember yang merupakan tanggal pembukaan Kongres Perempuan I sebagai HARI IBU.
Dipilihnya 22 Desember sebagai HARI IBU, karena pada tanggal tersebut para perempuan mulai sadar akan keadaan, kewajiban, dan kedudukannya di Indonesia.