OSLO
Usai menurunkan koper dan bawaan, di pintu masuk bandara kami melambai, bersalam sayonara.
Michael lewat pelan, membuka jendela bus melambai hangat sambil tersenyum ke arah kami. Klaksonnya ditekan beruntun bertelolet, seolah ucapan selamat jalan yang ceria. Kami melambai ke arahnya, selamat tinggal dan terima kasih Michael.
Baru kali itu kami melihat Michael tersenyum. Gembira, barangkali karena akan segera menemui anak istrinya di Belarus sana, yang telah ditinggal beberapa lama. Atau bisa juga gembira ada job baru, akan menjemput rombongan pelancongan lain yang akan segera datang. Entahlah.
Di balik wajah Michael yang terkesan datar, dingin, cuek tanpa ekspresi ternyata tersimpan kebaikan dan kepekaan. Tentu driver - driver seperti itulah yang selalu kita harapkan memandu saat berwisata. Thanks and good luck Michael.
Chek in pesawat, issued boarding pass dan proses bagasi berlangsung lancar dan cepat. Di Norway proses itu dilayani otomatis dengan mesin - mesin yang berjejer. Tidak perlu antri lagi di depan konter yang dilayani pegawai. Sudah diajari Anthony caranya, saat terbang dari Oslo ke Tromso. Beres.
Di pesawat saya minta kursi di jendela. Benar saja perkiraan, saat di udara dari jendela panorama di bawah sana nampak fantastis. Alam liar Norwegia Utara dilihat dari ketinggian, menunjukan betapa bervariasi dan garang topografinya. Puluhan jepretanpun terambil susah payah melalui jendela kecil. Hasilnya cukup epik, menjadi koleksi kenangan yang akan dilihat - lihat kembali suatu saat nanti.
Autumn in Oslo
Musim gugur, konon merupakan musim paling romansa dibanding tiga musim lainnya.
Nuansa romansa itu juga terasakan saat sore itu kami menjelajahi jantung kota Oslo.
Siang itu, setelah menjalani penerbangan di ketinggian alam liar Norwegia, pesawat SAS mendarat di bandara Oslo. Dari bandara rombongan dijemput bus. Langsung berangkat menuju pusat kota tua ibukota Norwegia ini.