Terkait dengan Pelindo 4, gedung ini tidak hanya sebagai saksi bisu. Namun menjadi jantung yang menggerakan aktivitas seluruh BUMN Pelabuhan ini masa itu.
Suka cita, suka duka adalah bumbu yang mewarnai gerak langkah entitas ini untuk mewujudkan Visi dan Misi yang diembannya. Ribuan orang terlibat langsung dalam dinamikanya, dengan berkarya.
Di gedung kantor pusat ini, tersimpan ribuan catatan dan memori panjang. Masa - masa optimis ataupun pesimis insan perusahaan, ditampung dan dipendam dalam ruang dan tembok - temboknya. Ikhlas, tanpa protes dan tak berprasangka.
Sampai malam ini gedung kebanggaan itu tetap tegak menjulang. Tanduk merahnya dilingkupi fasad biru runcing menusuk langit. Menggambarkan layar dari bahtera yang melaju. Simbol tekad yang tak pernah pudar untuk modernisasi dan kemajuan.
Saya telah di lift yang menanjak hening, mengarungi perut bangunan. Sejenak kemudian, pintu lift di lantai 7 perlahan terbuka. Saya pak Harry dan para nyonya telah berada di lantai tertinggi.
Koreksi, ternyata ini bukan lantai tertinggi. Dulu ada lantai 7, 5, berupa mesanin yang luasnya sekitaran seperenam luas lantai 7. Dan itulah lantai tertinggi gedung ini.
Jantung berdetak lebih cepat, gembira mendekat pintu ruang temu.
Memasuki ruang pasamuan, telah banyak para senior, kolega, juga mantan staf. Yang malam itu semuanya berwajah ceria. Tersenyum berseri menyambut.
Dan tentu saja Vany Kailas keyboardis Pelindo 4 yang talenta musikalnya jempolan. Tidak hanya siaga, namun bahkan telah beraksi main, mengiringi di panggung
Banjir salaman dan pelukan. Larut dalam nuansa gembira, juga haru.
Ya, perhelatan malam itu berlangsung meriah, hangat. Dalam tegur sapa, cerita masa lalu, bedah memori, juga sepercik harapan ke depan. Tentu juga saling doa kesehatan dan kebahagiaan dalam menapaki senja usia.
Pak Djarwo, pak Alfred, pak Harry, pak Wasis, pak Sudarmaji, pak Max, pak Dunda, pak Herman, pak Yoyok, pak Alif, pak Riman, pak Budi, pak Maklin mantan komisaris. Juga tuan rumah malam ini bu Enryani Regional Head 4, serta bapak ibu lainnya larut dalam nostalgi.