Lihat ke Halaman Asli

Gigih Mulyono

Peminat Musik

Romantic Journey di India, Catatan Perjalanan 7

Diperbarui: 20 Maret 2019   18:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok.pribadi

Vijay mengakhiri cerita Indira Gandhi dengan gembira. Telah menjelaskan solusi brilian Sang Mahatma untuk mengatasi kemelut keluarga Nehru.

Tiba tiba intonasi suara Vijay berubah rendah, saat bercerita mengenai penembakan Mahatma Gandhi. Vijay menarik nafas dalam dalam. Wajahnya muram. Matanya memerah berkaca kaca.

Sore itu 30 januari 1948. Mahatma akan memimpin doa di Gandhi Smriti, rumah doa di Delhi. Sekitar jam 5 sore ketika Mahatma di anak tangga akan masuk Smriti bersama orang orang dekatnya. 

Seorang lelaki India mendekat. Mengacungkan pistol dari jarak dekat dan menembak Mahatma tiga kali. Mahatma tewas di sore muram itu saat berusia 78 tahun. India berduka. Demikian juga Dunia. Kehilangan panutan Spiritual bijaksana itu.

Jenazahnya dikremasi di Taman ini Rajghat Cremation pada tanggal 4 Februari 1948. Selanjutnya abunya disebar di Hulu sungai Gangga di Glacier kaki gunung Himalaya. Sebagian juga disebar di lepas pantai lautan di Afrika selatan. Konon Wisdom Gandhi akan menulari, mengurapi 65 juta jiwa. Entah dengan cara bagaimana.

Vijay mengakhiri cerita ringkas ini. Roman mukanya sendu. Kami diberi waktu 45 menit untuk masuk ke area kremasi Gandhi. Tempat kremasi Mahatma ditandai keberadaan Marmer hitam ditengah taman. 

Saya mendaki ke jalan melingkar diatas gundukan buatan mengelilingi  taman kremasi dibawahnya. Garis tengah taman kremasi ini kurang lebih 200 meter. Di tengahnya 10 meter dibawah sana letak marmer hitam tersebut.

Saya berdiri disalah satu titik jalan. Memandang dari kejauhan marmer hitam yang bertabur bunga. Kerumunan pengunjung dan peziarah berdiri disekitarnya. Mungkin berdoa.

Dari jalan di atas ini, langit cerah luas. Bagai separo bola biru melingkupi Bumi. Gundukan miring berumput hijau rapi. Bunga bunga warna warni bermekaran ornamental di awal musim semi.

Menghirup udara dalam dalam. Menyerap Wisdom Sang Mahatma yang pernah berujar, " Saya rela di posisi serendah tanah untuk kemuliaan manusia dan perdamaian. Karena perdamaian jauh lebih penting dibanding kemenangan, jabatan dan Ego"

Sekali lagi memandangi marmer hitam di kejauhan bawah sana. Sepi Nglangut terasa. Udara gerah, Matahari begitu terik.

www.gettyimages.in

Menuruni gundukan, keluar gerbang. Kembali mengayun langkah tapak Boulevard di bawah kerimbunan pepohonan mengapit.Hidup itu indah, bisikku. Demikian juga perjuangan dan pengorbanan. Damai di hati, damai di Bumi. Damailah Bapu Mahatma Gandhi.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline