Hembusan Angin Cemara Tujuh 70
Selesai makan saur, sekitar jam empat pagi dengan Heru sebagai koordinator, mereka keluar rumah. Mbah Maridjan mengiringi dan berpesan untuk berhati hati. Terutama saat mendekati puncak. Batu batu di kawasan itu kebanyakan labil. Kalau menapak tidak tepat batu akan goyah dan luruh.
Berjalan meninggalkan desa, Heru CS berbelok ke kiri. Pepohonan besar mulai jarang. Baru sekitar lima belas menit berjalan, terdengar kumandang sayup Adzan Subuh di langit cerah kaki Merapi. Mereka berhenti di tengah Padang terbuka, untuk menjalankan sholat subuh. Mereka bertayyamum dan segera mendirikan sholat berjamaah di tengah Alam terbuka. Langit di Timur telah muncul lamat semburat Jingga.
Di sebelah kanan jamaah, puncak Merapi mulai jelas nampak, nyata dan perkasa. Kepundannya berasap tak henti, sudah sejak puluhan tahun silam. Momen sholat subuh berjamaah itu menyajikan diorama unik. Di tengah alam terbuka, belasan pendaki berjaket warna warni itu bergerak bersama, seirama. Berdiri, Ruku, Sujud, Duduk. Dengan latar Merapi menjulang megah, dinaungi langit luas biru dengan cercah semburat jingga di belakangnya. Diorama tersaji, Photograpic.
Terik Matahari mulai mendera. Medan semakin mendaki berat. Namun para pendaki itu tetap berpuasa. Akan menuntaskan kewajiban Shoum hari ini.
Tertatih, kelaparan dan kehausan, susah payah penuh perjuangan, akhirnya saat tengah hari, mereka sampai di kawasan kering, tandus dan gundul. Berpasir dan Berbatu batu. Inilah ujung kawasan yang disebut Pasar Bubrah. Kawasan terakhir sebelum sampai puncak Merapi. Pada babak akhir pendakian ini mereka terkadang harus merayap untuk keamanan dan menjaga keseimbangan. Seperti pesan mbah Maridjan, di kawasan ini para pendaki harus ekstra hati hati. Banyak batu batu besar yang teronggok labil. Walau batu batu itu ada yang sebesar kerbau, namun karena bertumpu diatas pasir dan kerikil, batu besar itu bisa sewaktu waktu bergerak. Tidak bisa diandalkan sebagai pegangan dan tumpuan.
Para pendaki sujud syukur telah sampai di puncak Merapi yang lancip berasap dan kersang ini. Di sebelah kiri nampak gunung Merbabu dengan dua puncaknya yang berjejeran, berdekatan. Mereka Sholat dhuhur berjamaah dan berberdoa bersama. Kemudian melakukan ceremoni seperti biasanya, berfoto foto dengan mengibarkan Bendera Jingga Fakultas Ekonomi. Tidak lama berada di puncak setelah puas menikmati kemegahan, keindahan dan sensasi berada di puncak gunung, mereka segera bergegas turun kembali. Menghindari kabut tebal yang akan segera menyelimuti Puncak. Rasa haus yang mencekik leher mereka abaikan. Demikian juga godaan untuk minum. Mereka tetap bertahan. Mereka berjalan cepat, setengah berlari menuruni lereng dan jalan setapak.
Dalam perjalanan turun, mereka berhenti dan beristirahat di bawah pohon di Padang lapang yang mulai menghijau. Saat itulah Heru CS baru menyadari , ada salah satu temannya yang tidak ada, ketinggalan. Mereka menunggu sepuluh menit Was Was. Namun belum juga teman itu muncul. Ada yang menyampaikan, kalau tadi saat di kawasan Pasar Bubrah, teman itu berjongkok, seperti mau mengambil sesuatu. Setelah sepuluh menit berlalu, Heru berinisiatif akan kembali naik untuk mencari teman yang ketinggalan itu. Sutopo dan temannya satu lagi menemani Heru akan naik kembali. Yang lain tetap akan menunggu di Padang itu.
Mereka bertiga kembali melangkah mendaki. Kembali ke kawasan gundul sebelum puncak. Ketika mereka bertiga sampai di kawasan gundul ini, Matahari dan pasir serta bebatuan seolah berkolaborasi, menguarkan udara sangat panas menyengat. Lebih dari 40 derajat Celcius.
Pasar Bubrah adalah kawasan magis di Gunung Merapi. Kawasan gundul ini berada tidak jauh dari puncak Merapi. Penampakannya adalah hamparan pasir kerikil. Onggokan onggokan batu dan memiliki lembah luas dengan kedalaman bervariasi. Ada bagian lembah yang cukup dalam. Dari dalamnya mulai tumbuh gundukan yang konon setiap tahun bertumbuh, bertambah tinggi. Menurut beberapa penuturan, gundukan itu akan menjadi puncak baru di Merapi pada masa yang akan datang.
Namun yang paling sering menjadi topik pembicaraan tentang Pasar Bubrah adalah, tempat ini sebagai tempat berlangsungnya transaksi jual beli Jin, makhluk halus. Pembeli Jin pasti orang yang ingin memelihara dan memanfaatkan kemampuan Jin untuk tujuan tujuan tertentu. Tetapi siapa yang menjadi penjual?. Tidak pernah jelas siapa, Walahualam bi sawab. Transaksi jual beli Jin ini dilakukan dengan mata uang apa, atau dengan cara barter dengan apa? tak pernah ada cerita yang terang dan meyakinkan. Karena ini dunianya para lelembut. Transaksi dilakukan mestinya dengan cara lelembut juga. Orang yang berani mengambil risiko melakukan perdagangan dengan makhluk halus, pasti harus siap dengan tuntutan pengorbanan yang bakal dibayar suatu saat.