Berawal dari mata kuliah penulisan karya ilmiah yang saya dapatkan di semester 3 dulu akhirnya kenal dengan yang namanya artikel ilmiah populer. Tugas yang mengharuskan saya menerbitkan artikel di koran sangat memotivasi diri untuk bisa menulis.
Apalagi diembel-embeli bahwa setiap tulisan yang berhasil nongkrong di salah satu rubrik koran lokal maupun nasional akan mendapatkan uang saku baik dari pihak Fakultas maupun Rektorat. Begitulah iming-iming dari Sang Dosen yang selalu menjadi kompor bagi mahasiswanya.
Bukannya tanpa hambatan, meskipun secara teori sudah dijelaskan panjang kali lebar sewaktu kuliah, ternyata menulis bukanlah perkara mudah. Hanya untuk sekedar menemukan ide saja sulitnya minta ampun. Apalagi harus merangkai kata yang berkesinambungan dan mudah dipahami.
Sulitnya bukan main. Seringkali hanya mentok sampai judul hahahaha. Itu saja terkadang belum tepat ketika saya ajukan ke Dosen. Pemilihan diksi untuk judul saja sangat menentukan kemenarikan sebuah artikel.
Berulang kali ngirim artikel ternyata belum tembus juga. Sampai batas waktu yang ditentukan pun ternyata saya belum berhasil menerbitkan artikel di koran. Yasudahlah pasrah, nilai A yang sudah dijanjikan pun harus rela saya lepaskan. Mungkin belum saatnya tulisan saya bisa terbaca oleh khalayak.
Perkuliahan penulisan karya ilmiah sudah berlalu. Waktu itu sudah ganti semester. Tetiba hati saya tergerak ingin sekali menulis artikel ketika melihat sebuah peristiwa nasional dan sedang ramai-ramainya dibahas. Kalo tidak salah ingat, peristiwa itu ketika Edi Baskoro mengundurkan diri dari anggota DPR.
Muncullah ilham dalam otak saya untuk membahas kontroversi yang tengah panas di masyarakat. Terciptalah sebuah artikel berjudul "Ketika Rakyat Ditinggalkan Wakilnya". Sebenarnya waktu itu hanya iseng, sudah tidak berani berharap seperti dulu-dulu karena takut baper. Apalagi tulisan tersebut bertema politik bidang yang saya tidak ngerti sama sekali.
Keesokan harinya, saya mencoba membuka epaper Harjo yang kala itu masih bebas akses alias gratis. Ternyata artikel saya termuat di rubrik jagongan. Memang bukan rubrik bonafit yang bisa menghasilkan komisi alias gratisan.
Namun teman-teman, saya merasa sangat bahagia waktu itu. Akhirnya pecah telor. Saya berhasil nongkrongin artikel di koran dan dibaca oleh banyak orang. Sejak saat itu saya asah dan asah terus kemmpuan menulisssaya dengan cara sering mengikuti berita aktual dan membaca apa pun tidak terkecuali novel.
Lalu, kenapa penting membaca teman-teman? Jadi kemampuan menulis kita sangat ditentukan oleh seberapa sering kita membaca. Semakin banyak buku yang kita baca, idealnya semakin banyak diksi baru yang kita punya, semakin mudah kita memahami sebuah alur bacaan pula. Termasuk juga membaca buku fiksi seperti novel.
Kebetulan saya memang menyukai novel. Dengan membaca novel bukan berarti akan membuat kita pribadi yang melankolis yang teman-teman, melainkan akan membuat kita pandai berbahasa baik secara verbal maupun tulisan. Diksi kita dalam menulis akan semakin luwes dan pas dengan konteks yang akan kita bahas nantinya. Itulah pentingnya kita membaca beraneka ragam genre bacaan.