Lihat ke Halaman Asli

Isu Import Guru yang Meresahkan

Diperbarui: 13 Mei 2019   10:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Minggu lalu, dunia pendidikan geger lantaran pernyataan menteri Puan Maharani yang berencana akan mengimpor guru dari luar negeri. Bagaimana tidak membuat geger, di tengah hiruk pikuknya para sarjana pendidikan negeri ini mencari kerja, pemerintah justru me ngulur cinta pada yang lain. Siapa pula yang tidak resah, kesempatan menjadi guru bakal terancam dengan kehadiran tenaga asing itu. 

Tentu kita masih ingat, isu Import pekerja dari negeri Cina pernah menerpa pemerintahan Jokowi ini. Dampaknya pun luar biasa. Berbagai demonstrasi penolakan dilancarkan oleh para pekerja tanah air. 

Asumsi pemerintah terhadap tenaga guru luar negeri yang lebih berkualitas tentu melukai hati para guru kita. Guru kita yang sudah berjuang keras mengabdi dengan upah yang tidak seberapa justru dipandang sebelah mata oleh pemerintah. Pemerintah sepertinya terkena virus yang tertuang dalam pepatah "rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau". Pandangan seperti itulah yang sepertinya tertanam dalam benak mereka. 

Jika pun benar kualitas guru luar negeri lebih unggul dibandingkan guru lokal, Meskinya pemerintah belajar dari mereka caranya mencetak Guru-guru berkualitas tinggi pula. Bukan hanya mau praktisnya saja, dan Lagi-lagi menyalahkan para guru kita. 

Bukannya pemerintah pun sudah melakukan beberapa studi banding ke luar negeri demi mengkaji lebih dalam sistem pendidikan mereka saat ini. Maka sebenarnya sudah mengetahui cara mereka mencetak pendidik yang berkualitas. 

Atau jangan-jangan hanya sekedar melancong mencari tempat instagramable? Semoga praduga penulis tidak tepat. Studi banding merupakan kegiatan belajar mengkaji lebih mendalam suatu objek. 

Pemerintah sering kali berkoar-koar agar para guru menjadi panutan bagi generasi muda dan mempunyai jiwa penuh pengabdian kepada negara. Seperti yang penulis pernah dengar dalam suatu workshop pendidikan bahwa kita tidak boleh selalu berpikir apa yang sudah diberikan oleh negara kepada kita, namun berpikirlah apa yang sudah kita berikan kepada negara. Dengan kata lain, guru dilarang pamrih kepada negara. 

Pandangan sebelah mata sampai niat mengimpor guru sesungguhnya hanya akan semakin mendiskreditkan profesi guru itu sendiri. Karena kelak profesi guru akan semakin kurang peminatnya. Apalagi dengan tingkat kesejahteraan yang pas-pasan. Banyak anak Milenial yang cerdas lebih memilih profesi lain dibandingkan menjadi guru. 

Ada semacam paradigma yang menurut penulis kurang ramah di telinga yang kini tengah membudaya dalam masyarakat kita. Seperti pernyataan 'bocah pinter kok gelem dadi guru' (red: anak pintar kok mau jadi guru).

Hal semacam ini sering terlontar kepada mahasiswa pintar yang memilih kuliah Keguruan, terutama guru SD (red:pengalaman pribadi). Nyinyiran semacam itulah yang sebenarnya membuat anak-anak cerdas kita beralih cita-cita ke yang lain. Karena di mata masyarakat guru adalah profesi yang kurang keren dengan penghasilan yang pas-pasan. 

Coba saja pemerintah mau sedikit merenung. Mengembalikan guru sebagai profesi yang bonafit sehingga diminati oleh banyak anak cerdas bangsa ini. Maka tak perlu repot-repot impor dari luar negeri. Kalau punya modal untuk menjadikan rumput sendiri lebih hijau, tidak perlu mengimpor rumput sintetis bukan? 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline