Maraknya kasus kenakalan anak-anak beberapa tahun terakhir sungguh menyayat hati tanah air ini. Sang bumi pertiwi menangis tersedu menyaksikan akhlak generasi bangsa ini yang masih jauh dari kata beradab. Betapa tidak, anak-anak sebagai harapan bangsa di masa depan justru bertingkah tak bermoral.
Betapa banyak anak-anak yang terlibat dalam perbuatan asusila seperti tawuran pelajar, konvoy motor merayakan kelulusan lengkap dengan baju yang dicoret-coret, berkata kasar, tidak menghormati orang tua, saling bullying, mudah marah, tersandung narkoba, menjadi pelaku pornografi, menjadi pelaku kriminal seperti pencurian dan kekerasan serta masih banyak lainnya. Sungguh ini merupakan catatan hitam sekaligus miris bangsa kita. Wajar saja, kondisi tersebut menggugah rasa tanggung jawab yang besar pemerintah. Sehingga berbagai upaya dalam rangka membenahi moral bangsa pun dilakukan.
Salah satu upaya pemerintah dalam membenahi moral bangsa adalah dengan menggulirkan instruksi presiden revolusi mental. Gerakan revolusi mental bertujuan untuk membangun karakter bangsa ini menuju moral yang beradab. Upaya tersebut misalnya dilakukan melalui pendidikan.
Pndidikan di negeri ini ada tiga jalur yaitu pendidikan informal, pendidikan non formal dan pendidikan formal. Pendidikan informal merupakan pendidikan yang didapatkan seorang anak di dalam keluarga. Pendidikan non formal adalah pendidikan dalam masyarakat atau luar sekolah. Sedangkan pendidikan formal adalah pendidikan yang didapatkan anak di sekolah bersama bapak dan ibu guru.
Saat ini pendidikan karakter begitu digencarkan melalui pendidikan formal di sekolah. Berbagai daya upaya dikerahkan pemerintah seperti perubahan kurikulum yang selalu disempurnakan dan berbagai bentuk diklat pendidikan karakter bagi para guru. Harapannya, sekolah menjadi sarana yang tepat untuk membangun karakter anak.
Mendidik karakter anak di sekolah bukan perkara mudah untuk dilakukan. Berbagai kendala dan tuntutan kurikulum yang terkadang kurang sinergis dengan kenyataan menjadi penghalang bagi sekolah.belum lagi kondisi keluarga dan lingkungan masyarakat yang sering kali tidak sejalan dengan sekolah. Padahal karakter bisa dibangun atas contoh dan pembiasaan yang kontinu setiap saat baik di sekolah, keluarga dan masyarakat agar kelak menjadi kebiasaan.
Pendidikan karakter meski didukung oleh semua elemen bangsa (Editorial Koran Wawasan, 08/02/2018). Termasuk juga melalui pendidikan informal dalam keluarga. Keluarga merupakan pranata sosial pertama yang dikenal oleh anak. Keluarga sebagai tempat pertama kali anak mendapatkan pendidikan. Bahkan disebutkan bahwa ibu dalam keluarga sebagai madrasah pertama bagi si anak. Selain itu, masa-masa golden age anak pun dilalui dalam keluarga.
Sebagai elemen terkecil bangsa dan tempat pertama yang dikenal anak, keluarga mempunyai peran penting dalam mendidik karakter anak. Berbagai ajaran keterampilan dari mulai berkata 'mama dan papa', berjalan bahkan berlari, tata cara makan sampai buang hajat dan bersosialisasi dikenal pertama kali dalam keluarga. Bahkan 1000 hari kehidupan si anak yang merupakan masa emas perkembangan neuron otaknya dihabiskan dalam keluarga. Dalam masa-masa emas inilah anak mampu menyerap berbagai informasi dan keterampilan dengan sangat cepat. Sehingga apa pun yang dilihat anak akan teringat sekali membekas dalam memori mereka. Informasi yang baik akan menjadi pembiasaan yang baik di masa depan sehingga tumbuh menjadi manusia yang berkarakter baik. Begitu pun sebaliknya, informasi yang kurang baik akan terpakai di masa depan sehingga lahirlah menjadi manusia yang kurang beradab.
Sayangnya, tidak semua keluarga memahami betul akan perannya tersebut. Bahkan lazimnya orang tua beranggapan hanya sekedar berkewajiban memenuhi sandang, papan dan pangan. Sedangkan masalah pendidikan diserahkan sepenuhnya kepada pihak sekolah. Termasuk juga pendidikan karakter anak, para orang tua banyak yang sekedar pasrah pada sekolah. Seperti yang penulis alami disekolah, beberapa orang tua meminta agar anaknya dididik sebaik mungkin bahkan minta perlakuan khusus agar bisa menjadi anak santun dengan alasan sibuk bekerja. Sungguh pola pikir seperti ini mesti diubah.
Salah satu cara untuk menyadarkan dan mengubah pola pikir orang tua yang masih keliru adalah melalui pendidikan parenting. Parenting merupakan pendidikan untuk mengasuh dan mendidik anak dengan baik. Pemerintah bisa membumikan pendidikan parenting secara masif bagi para orang tua dan calon orang tua di seluruh negeri ini. Misalnya dengan bekerja sama dengan satuan pemerintah paling kecil yaitu rukun tetangga (RT) untuk mengadakan pendidikan parenting secara berkala. Dengan pendidikan parenting ini diharapkan para orang tua menjadi ikut berperan aktif membangun karakter anak dengan baik.
Dengan kesadaran akan pola asuh yang baik dari dalam setiap keluarga ini akan tercipta masyarakat yang berkarakter. Sehingga pendidikan karakter selalu bisa diterapkan baik dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat secara kontinu dan membudaya.