Jika Aku Tuhan
Jika aku Tuhan, akan kubuat Sadeli mati tersiksa.
Kulihat sudah satu jam dia--yang biasa dipanggil Bang Sad oleh istrinya--bermain game online. Selama itu pula kipas angin di hadapan Bang Sad berputar, membuatnya kian merasa nyaman saja.
Sementara di depan kompor, keringat Mumun membanjir. Uap dari minyak goreng panas di wajan menerpa wajah, tetapi leher dan dadanya juga ikut basah. Sejak subuh perempuan ramping berkulit kuning langsat itu sudah mengerjakan banyak hal di dapur. Mumun berkeringat dan tentu saja sembari menahan lapar.
Donat-donat rumahan sudah siap diantar ke warung dan kantin sekolah. Yang sedang Mumun kerjakan sekarang adalah membuat nasi goreng, ditambah telur dadar dan kerupuk bawang. Menu sarapan untuk suaminya.
Banyak sekali sedekah perempuan bodoh itu kepada si pemalas. Entah atas dasar cinta atau terpaksa. Apa pun itu, sebagai Tuhan aku ingin sekali melimpahi Mumun pahala, berkah kesehatan dan hujan uang yang turun deras dari langit-langit rumah kontrakannya. Untuk Sadeli, cukup sengatan listrik yang mematikan.
Bagi Tuhan semua mudah. Maka aku akan membuat ponsel di tangan Bang Sad memuntahkan api. Aku cukup berucap, "Meledak!" maka meledak. Apalagi benda kesayangannya itu sedang di-charge.
Blasttt! Duarrr!
Kemudian, aliran listrik berdaya 900 watt menyengat tubuh Bang Sad. Seketika sengatan yang sangat dahsyat mengentak seluruh otot-otot tubuhnya. Dari ubun-ubun sampai ujung kaki. Pengangguran kelas kakap itu bakal mengejang hebat, terbakar tanpa api. Dia tidak akan sempat berteriak minta tolong, apalagi berwasiat. Langsung mati kaku dan gosong.
Olala! Aku Tuhan Yang Maha Gembira.