Kembalilah, Nduk!
Ning duduk termenung di atas kasur busa kamar kosnya. Sudah seminggu lebih perempuan seksi itu gelisah, memikirkan rencana mudik. Bukan bingung lantaran adanya larangan pemerintah.
Ning bisa saja nekat. Namun, dia tidak akan bisa pulang dengan membawa banyak uang. Termasuk tidak bisa pamer ponsel baru, baju bagus dan perhiasan mahal seperti tahun-tahun sebelumnya.
Corona sukses menahan kepak sayap Ning sebagai kupu-kupu malam. Sepi transaksi birahi, membuat pundi-pundinya nyaris kosong melompong.
"Mak, lebaran nanti Ning ndak bisa pulang. Maaf ya, Mak. Gara-gara Corona, pabriknya ditutup. Ning di-PHK. Ini lagi nyoba jualan gorengan buat makan sehari-hari. Nanti kalo duitnya udah kekumpul, Ning pulang." Kabar yang separuhnya kebohongan itu Ning sampaikan panjang lebar lewat telepon.
Di seberang sana, seorang ibu menitikkan air mata. Jauh sebelum hari ini, berita tentang apa pekerjaan putrinya di kota, sudah sampai ke telinga.
Sebab itu, doa-doa telah dilangitkan tanpa jeda. Dia tidak hanya berharap si bungsu pulang, tetapi juga kembali dengan pertobatan.
"Iya, Nduk. Emak doakan gorenganmu laris. Emak tunggu kamu di jalan paling terang," ucapnya pelan, tanpa peduli apakah Ning paham atau tidak.
Tamat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H