Lagi-lagi aksi teror terjadi di tanah negeri Paman Sam, Amerika. Kali ini yang jadi sasaran adalah kota Orlando di negara bagian Florida. Lebih tepatnya aksi teror menimpa sebuah klub malam kaum gay (baca: LGBT) yang tengah ramai pada hari Minggu, 12 Juni 2016 waktu setempat. Teror kali ini berupa penembakan masal yang dilakukan oleh pelaku tunggal. Menurut catatan pemerintah, kejadian ini merupakan penembakan masal terburuk dalam sejarah Amerika dengan 50 korban tewas dan lebih dari 53 lainnya terluka. Aksi teror ini melampaui penembakan masal terburuk sebelumnya di tahun 2007 yang terjadi di Virginia Tech dengan korban tewas mencapai 32 orang.
Menurut informasi dari pihak berwenang setempat, pelaku penembakan adalah Omar Marteen, 29 tahun, warga Amerika keturunan Afghanistan. Lahir di New York, Marteen tercatat tengah bekerja di perusahaan jasa keamanan G4S sebagai pengawal sejak tahun 2007. Sebetulnya bagi pihak otoritas keamanan Amerika, Marteen bukanlah orang baru. Di tahun 2013 dan 2014, dia pernah diperiksan oleh FBI karena dicuragi memiliki keterkaitan dengan seorang warga Florida, Amerika pelaku bom bunuh diri sekaligus anggota kelompok ekstrimis di Syiria. Namun karena bukti yang minim, akhirnya Marteen dinyatakan bersih dan dianggap tidak akan menimbulkan ancaman yang berarti. Sayangnya keputusan itu berbuah pahit. Dua tahun kemudian kecurigaan itu terbukti dengan aksis terornya yang brutal di Orlando. Berdasarkan catatan pihak berwajib wilayah Florida, sepekan sebelum dia melancarkan aksinya dia membeli sebuah laras panjang dan laras pendek.
Sang pelaku, Marteen, menyasar klub malam Pulse di kota Orlando, Florida sebagai sasaran aksi terornya.Berbekal senjata laras panjang tipe AR-15 dan laras pendek yang telah ia beli sebelumnya, Marteen melancarkan aksinya pada pukul 2 dini hari waktu setempat. Dia menembak secara membabi buta ke arah pengunjung yang tengah ramai saat itu. Sontak ratusan pengunjung berhamburan keluar untuk menyelamatkan diri. Naas, lebih dari sepertiga dari pengunjung menjadi korban kebrutalannya. Tak hanya itu. Saat pihak berwajib mulai berdatangan dan mengepunganya, karena terdesak dia menyandera puluhan orang yang masih terjebak di dalam klub. Pertempuran pun terelakkan antara pelaku dan pihak berwajib. Akhirnya sang jagal, Marteen, tersungkur tak lagi bernyawa setelah berhasil dilumpuhkan pasukan polisi SWAT menjelang fajar tiba. Drama teror pun berakhir. Satu orang dari pihak kepolisian terluka dalam peristiwa ini. Kejadian ini memberikan luka mendalam dan trauma bagi warga Amerika.
Sang jagal, Marteen, diduga memiliki keterkaitan dengan ISIS kelompok ekstrimis yang tengah menjadi sorotan dunia saat ini. Hal ini berdasar dari pengakuan sang pelaku saat sebelum melakukan aksinya. Sebelumnya dia menghubungi 911 (pihak berwajib) dan memberitahu bahwa ia merupakan bagian dari ISIS. Walaupun pernyataan ini keluar dari mulut sang pelaku, sampai saat ini pihak berwajib belum menemukan cukup bukti yang mengarahkan dia memiliki keterkaitan langsung dengan ISIS. Tidak ada catatan bahwa ia pernah melakukan kontak maupun komunikasi dengan pihak ISIS. Untuk sementara, besar kemungkinan dia hanya simpatisan dan melakukan aksi pribadi tanpa ada kaitan langsung dengan ISIS.
Karena kebetulan pelaku seorang muslim, aksi teror penembekan masal di Orlando, Florida dikhawatirkan akan berimbas pada menguatnya opini negatif publik Amerika bahkan dunia pada Islam dan muslim secara umum. Apalagi aksi ini terjadi di bulan Ramadhan, bulan sucinya umat Islam. Yang seharusnya di bulan ini menjadi saat terbaik bagi muslim untuk menebar kasih sayang, ada saja oknum yang tak mengindahkan kesuciannya. Terlebih, saat ini ada bakal calon presiden Amerika, Donald Trump, yang tak berempati dan cenderung menebar kebencian pada muslim. Bahkan dia berkeinginan untuk melarang muslim masuk Amerika. Dari berbagai pernyataannya, Trump berkeyakinan bahwa muslim dan Islam menjadi sumber masalah bagi Amerika. Penembakan kali ini seolah membenarkan argumennya itu. Besar harapan agar semua saling pihak menahan diri sampai ada pernyataan resmi dari pihak yang berwenang. Jangan sampai termakan oleh isu, berita atau informasi yang cenderung provokatif. Pelaku tidak sama sekali mewakili apalagi merepresentasikan muslim dan Islam yang seharusnya. Dia muslim yang ‘tersesat’ dan mungkin ‘menyesatkan’ karena perilakunya tak sejalan dengan ajaran agam yang dianutnya. Semoga peristiwa ini menjadi pelajaran bagi muslim maupun warga Amerika dan kita semua di tanah air agar lebih waspada jangan sampai hal yang sama terjadi di sekitar kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H