Tak terasa kita sudah terpaut hampir 10 tahun sejak perayaan pergantian milenia di tahun 2000. milenia ke-3 bumi kita akan segera menyongsong dekade barunya tepat di tahun 2010. berbagai lika-liku, semangat, gelora, dan peristiwa-peristiwa bersejarah kita telah tinggalkan di belakang menjadi sebuah memoir bumi kita. Ini adalah bab baru tentang bumi setelah melewati sekian panjang usianya yang penuh dengan darah, perdamaian, ide, wacana, dan momen-momen tak terlupakan lainnya. Apakah ini pertanda semangat baru pula. bisa jadi. Milenium ke-3 ini adalah tempat dimana khayalan-khayalan masa lampau tentang masa depan terjadi. Kita mungkin masih ingat novel 1984, Novel karya George Orwell yang bertutur tentang negeri distopia dimana rezim totaliter menjadi latarnya dan Big Brother adalah pemimpinnya. Atau mungkin masa ini adalah masa pergumulan ide-ide baru atau fase selanjutnya hasil metamorfosa ide-ide lama. Namun tidak ada menafikan bahwa perkembangan teknologi dewasa ini merupakan pusat perhatian penting sejak ilmu pengetahuan mikrokosmik di awal abad 20 didominasi oleh sengitnya ‘pertempuran’ argumen antara Bohr dan Einstein seputar Fisika Kuantum. Kini, sejak lahirnya World Wide Web (Internet) dari rahim CERN, dunia teknologi bersinkretik dengan informasi serta membawa dunia memasuki fase baru menjadi era teknologi Informasi. Ini adalah eranya Informasi, dengan semangat yang baru pula. Jika Raison d’etre Marxisme tentang agama adalah sebagai ‘candu’ masyarakat dan buah keterasingan manusia, maka seharusnya media kini telah menjadi ‘candu’ baru bagi masyarakat. Hipotesa Marx tentang agama memang tidak sepenuhnya benar. Walaupun realita berbicara lain tentang peran agama dari dulu hingga sekarang. Agama adalah penghalang besar bagi kaum-kaum tercerahkan abad 17 yaitu disaat Gereja secara vis-a-vis menentang keras kaum-kaum ‘bidah’ yang mengedepankan sains ketimbang doktrin-doktrin agama. Saat itu, Media adalah berkah bagi para cendekia tercerahkan untuk menyuarakan kebenaran dan berusaha melepas rantai kontrol doktrin gereja terhadap masyarakat hingga berujung pada era Pencerahan seabad kemudian. Media juga dulu dipuja-puji sebagai penyuara ide Martin Luther tentang protesnya terhadap hegemoni Katolik di Jerman. Setelah bertahun-tahun kemudian, Media akhirnya jatuh menjadi instrumen kepentingan layaknya agama di masa lalu. Televisi, berita, radio, dan internet adalah perpanjangan tangan dari kekuatan-kekuatan yang bersemangat ala Big Brother untuk membius massa secara psikologi serta tunduk patuh bak zombie-zombie yang terkendali. bagi mereka yang sehat ingatannya, perang Irak yang dilancarkan AS adalah salah satu contoh sebagaimana efektifnya media meyakinkan pikiran kita tentang bahayanya Senjata Pemusnah Massal dan pentingnya invasi ke Irak. Tapi bagi mereka yang mengerti sejarah, tentu ingat propaganda NAZI yang mendiskreditkan kaum Yahudi di Eropa dengan poster-poster propagandanya mencitrakan kaum Ashkenazi Yahudi di Eropa sebagai tokoh Wandering Jew (legenda di masa pertengahan di Eropa tentang seorang Yahudi yang dikutuk Kristus menjelajah dunia tanpa henti hingga kedatangan kedua Yesus). Ini mungkin era yang diprediksi oleh kaum Retro-Futuris di tahun ‘60an dan 70an tentang tatkala kekuatan baru di masa akan datang bersimbiosis dengan teknologi mutakhir, akhirnya menjadi dominasi dunia bercirikan totaliter. Di masa ini, media menjadi arena sirkus permainan kata antara benar dan salah, yang salah bisa terdengar benar, dan benar bisa jadi salah. kita sudah menjadi Zombie baru, bukan lagi zombie yang disuguhkan oleh George Romero dalam seri the Dead-nya dengan pakaian compang-camping dan berjalan semata dikendalikan oleh insting lahiriah. di masa kini, Zombie-zombie tersebut dapat kita temukan dalam balutan pakaian rapi, berstelan jas, berwangikan parfum mahal dan televisi sebagai penyebar virusnya. Mimbar keagamaan pun telah tergantikan dengan televisi-televisi yang menyihir dan menyetir pikiran bagai sang ilusionis. Mungkin hanya ada satu obat penawar virus yang bernama New Age of Propaganda ini, yakni matikan televisi anda sekarang juga!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H