Semenjak 16 September 2022 Iran telah dilanda protes yang disebabkan oleh kematian Mahsa Amini, seorang wanita yang meninggal karena tindakan represif dari aparat penegak moral (moral police). Amini ditahan oleh aparat karena tidak memakai hijab sesuai dengan ketentuan pemerintah, ia lalu ditahan, dan diadili oleh aparat di dalam tahanan. Namun, tidak lama setelah itu Amini mengalami sakitsakit yang berujung dengan kematiannya. Pihak aparat mengklaim Amini meninggal karena epilepsi dan tumor otak, tetapi klaim tersebut dibantah oleh keluarga Amini. Mereka mengatakan Amini dalam keadaan sehat saat dibawa di dalam mobil, bahkan ia sempat melontarkan guyonan, hal ini memicu perdebatan panjang sebab tidak ada bukti konkrit dan saksi yang memadai. Namun, yang jelas kematian ini memicu kemarahan warga Iran terutama para perempuan dan rakyat yang sudah muak dengan kebijakan-kebijakan yang mengekang hak-hak sipil. Kemarahan ini berujung pada demonstrasi besar besaran, dalam berbagai media seperti Al-Jazeera demonstrasi ini didukung oleh banyak pihak seperti para civitas akademika, sipil bahkan internasional, di dalam aksi protes tersebut diwarnai slogan Zan, Zendegi, Azadi atau dapat diartikan wanita, hak hidup dan kebebasan.
Zan, Zendegi, Azadi
Atau yang akan kita terjemahkan dengan Women, Life and Freedom atau Wanita, Kehidupan dan Kebebasan mengacu kepada slogan demonstrasi besar-besaran yang sedang terjadi di Iran saat ini. Keberadaan pergerakan perjuangan perempuan yang semakin mencuat di Iran tidak lepas dari bagaimana pergerakan feminisme yang sudah lama ada, namun kematian Amini menjadi sebuah pantikan besar untuk memulai protes besar besaran. Demonstrasi besar-besaran yang terjadi saat ini bukanlah revolusi baru yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat Iran, demonstrasi besar ini merupakan rantai panjang yang belum berujung yang dihasilkan setelah bertahun-tahun perempuan melawan rezim dan menentang peraturan-peraturan yang menindas perempuan.
Aksi demonstrasi yang kini terjadi pun tak luput diwarnai dengan kekerasan antar aparat dengan demonstran, HRANA memberikan data, hingga senin 12 Desember 2022 terdapat 490 demonstran dan 62 aparat tewas, dan 18.262 orang diperkirakan menjadi tahanan, para korban meregang nyawa setelah dipukuli, ditembak bahkan digantung. Hal ini banyak dikecam oleh aktivis HAM dan perempuan dunia terlebih dalam aksi protes kali ini perempuan menjadi sasaran utama tindakan represif aparat, dikutip dari The Guardian para demonstran perempuan dalam protes ini ditembaki dengan senapan angin, shotgun bahkan pistol yang diarahkan ke wajah, payudara dan area kewanitaan lainnya. Hal ini pun memicu kemarahan yang lebih besar dari pihak internasional, bahkan buntut dari kaskasusus ini berujung pada pengeluaran Iran dari badan hak-hak perempuan PBB.
Personal is Political
Konsep perjuangan yang acapkali kita dengar yang telah lama lahir sejak gelombang feminis kedua bisa menjadi dasar pergerakan perempuan Iran yang dibawa. Konsep ini menyadari bahwa politik analisis terhadap identitas dalam pengalaman pribadi perempuan merupakan jalan pembebasan bagi perempuan itu sendiri. Kematian Amini pada September lalu merupakan pantikan dahsyat dengan pembuktian bahwa perempuan bisa mengatur diri mereka dalam politik secara mandiri. Gerakan besar itu ternyata membuka kesadaran terhadap perempuan dan beberapa warga sipil lainnya bahwa kehadiran perempuan dalam kelompok politik yang besar, beberapa komunitas serikat pekerja dan partai kiri sangatlah penting. Kematian Amini tak hanya menggambarkan cacatnya sistematika aparat di Iran, tetapi juga menampakkan dengan jelas betapa brutalnya rezim terhadap perempuan dan kaum minoritas lainnya. Lebih dari itu, unsur dan intrik politik ikut membumbui pergerakan ini, karena bagaimanapun Amini merupakan seorang perempuan Kurdi, yang mana etnis ini merupakan etnis minoritas yang paling tertindas di Iran. Bukan hanya perihal rasa empati yang diberikan, lebih dari itu, perempuan-perempuan Kurdi sadar dan dapat memahami secara khusus makna politik atas kematian Amini di tangan para polisi Iran.
Dampak Demonstrasi
Pemberhantian Polisi Moral
Beberapa minggu yang lalu, pemerintah Iran memberhentikan sementara polisi moralnya akibat dari demonstrasi besar-besaran yang terjadi. Hal ini mengindikasikan awal keberhasilan dari protes, namun pemberhentian ini juga dapat dinilai sebagai cara pemerintah untuk meredam protes.
Mogok Kerja 3 Hari
Para demonstran menyerukan pemberhentian segala kegiatan ekonomi selama 3 hari dari tanggal 5-7 Desember sebagai tekanan dan ancaman kepada pemerintah agar menjawab tuntutan para demonstran.