Polarisasi masyarakat baik secara politis maupun ideologis terhadap narasi pancasila ( NKRI harga mati ) dengan syariah islam atau sistem khilafah pasca pilpres 2019 telah terjadi. NKRI harga mati melawan Islam harga mati ( NKRI bersyariah ).Dua harga mati yang tak akan pernah ketemu. Tidak bisa "dilempengin" harganya sebagaimana umumnya transaksi jual beli. Atau sekedar "goyang dikit".
NKRI harga mati diperankan oleh rezim penguasa saat ini dan semua orang yang mendukungnya. Termasuk rakyat, bangsa dan umat Islam yang tiap hari dicekoki doktrin ini. Hingga mereka menerima tanpa sadar bahwa memang sudah semestinya pancasila dan NKRI itu harga mati. Jumlah mereka lebih banyak atau mayoritas.
Di jalur demokrasi pihak yang mengusung nilai nilai syariah bergerak dengan sistem yang demokratis, gaya kerja korporat-teknokratis, kaderisasi yang berjenjang dan kuat hingga ke akar rumput, basis ideologi yang kokoh dan tidak pragmatis, serta pendekatan umbrella ideology dengan membawa isu-isu di luar Islam yang suatu saat bisa menjadi partai besar dan kuat di tahun-tahun mendatang.Partai partai berbasis masa islam lainya sepertinya sampai saat ini berada di pihak penguasa ( NKRI harga mati ).
Di luar opsi demokrasi ada kelompok HTI dan kelompok lainya yang berusaha untuk mengislamisasikan sistem negara dengan mengubah undang-undang berdasar Al-Quran dan Hadist (syariah ). Memandang dua hal penting yang mesti dikandung undang-undang, yakni nilai-nilai universal dan kemaslahatan publik belum terlaksanakan atau terakomodasi di UUD1945.
Apakah suatu saat nanti kelompok tersebut mampu mewujudkan cita-cita NKRI bersyariah yang dapat memberi kemajuan peradaban, kemajuan teknologi, keadilan, kemakmuran serta kebebasan dalam beragama? wallahu a'lam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H