Eksekusi hukuman mati terhadap 6 orang pengedar narkoba yang belum lama ini terjadi memang pantas diberikan apresiasi. Bagaimana tidak, setiap tahunnya peredaran narkoba semakin meningkat dan merajalela. Seperti yang baru – baru ini dilansir oleh sebuah lembaga survei yang memberikan pernyataan setiap harinya tidak kurang dari 50 nyawa tewas akibat dari terinfeksi HIV akibat dari pemakaian narkoba. Pemberian hukuman mati ini pun diharapkan mampu memberikan efek jera terhadap pelaku – pelaku lain yang ikut serta memuluskan bisnis yang sangat keji dan bisa merusak generasi masa depan Negara KesatuanRepublik Indonesia. Meski banyak pro dan kontra terhadap pemberian hukuman mati ini hingga berimbas terhadap penarikan sebagian duta – duta besar dari korban hukuman mati akan tetapi demi menyelamat generasi penerus bangsa pada akhirnya eksekusi ini tuntas sudah dan akan menanti para pelaku – pelaku selanjutnya. Lantas, kenapa hukuman mati tak berlaku kepada para karuptor ( tikus berdasi ) ?
Pertanyaan ini memang pantas diberikan terhadap aparat penegak hukum yang notabenenya sebagai pelaksana keadilan. Sejak masa pemerintahan orde baru memang kasus kolusi, korupsi dan nepotisme tidak asing lagi di telinga masyarakat indonesia. Kediktatoran seorang pemimpin pada waktu itu membuat masyarakat tidak berdaya untuk melawan dan mengeluarkan pendapat. Kejadian ini memang menimbulkan kesenjangan yang teramat dalam, hingga dalam suatu penggal masa tepatnya pada tahun 1998 terjadi rezim untuk untuk membubarkanpemerintahan orde baru. Pemuda dan mahasiswa mengisi barisan paling depan, untuk melakukan perlawanan terhadap segala sesuatu yang menghambat keinginan masyarakat untuk membubarkan pemerintahan termasuk Polisi dan TNI hingga terjadi pertumpahan darah dan penembakan terhadap mahasiswa. Namun, perlawanan ini tidak sia – sia yang pada akhirnya presiden mangkat dari jabatannya kemudian lahirlah era reformasi yang agenda utamanya untuk menuntas kan seluruh kasus korupsi, kolusi dan nepotisme.
Era reformasi merupakan suatu bentuk perubahan yang dilakukan pada setiap dimensi kehidupan guna memperbaiki penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari perilaku korupsi, kolusi, nepotisme. Lahirnya era reformasi memberikan banyak harapan untuk melakukan recovery di setiap lembaga – lembaga pemerintahan menuju pemerintahan yang bersih dan transparan. Kenyataan berbanding terbalik, sampai hari ini tujuan luhur dari reformasi belum menemukan hasil yang maksimal.Sungguh menjadi sebuah ironi, ketika tiindakan korupsi masih saja terjadi dan tidak ada regulasi yang jelas untuk menangani kasus yang sudah dianggap kejahatan luar biasa karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Lebih parahnya lagi perilaku korup ini dilakukan oleh orang – orang yang berpendidikan dan mengerti hukum. Perilaku korupsi memang sudah menjadi sebuah penyakit bagi orang – orang yang memiliki kekuasaan. kekuasaaan cenderung membuat kita berperilaku korup, tapi kekuasaan yang penuh akan membawa kita ke tindakan korup yang sesungguhnya.
Tindakan korupsi sudah sepantasnya mendapat hukuman mati.Bagaimana tidak, bayangkan dana yang dianggarkan negara untuk mencukupi kebutuhan masyarakat banyak, dengan merasa tidak berdosa para koruptor mengambilnya untuk keuntungan pribadi. Berapa banyak hak – hak yang menjadi milik rakyat diselewangkan oleh kepentingan pribadi para koruptor. Memang dampak perilaku korup tidak langsung membunuh masyarakat akan tetapi tindakan itu membunuh secara perlahan, menyiksa pelan – pelan yang pada akhirnya berujung dengan kematian. Sama halnya seperti narkoba, korupsi juga secara perlahan bisamembunuh.
Sebenarnya kita sudah mempunyai lembaga penegak hukum yang independen khusus membidangi tindak pidana korupsi atau yang lebih akrab disebut KPK ( Komisi Pemberantasan Korupsi ). Semenjak lahirnya lembaga hukum ini pada dasarnya mampu mmemberikan andil yang positif guna memberantas kasus korupsi. Mulai dari menyeret elit – elit politik partai, kepala daerah, menteri, wakil rakyat dll. Namun, beberapa belakangan terakhir ini banyak upaya – upaya yang dilakukan baik dari, LSM hingga Polri untuk melemahkan kewenangannya untuk memberantas kasus korupsi. Banyak juga pengaduan yang dilakukan tentang independensi dari pimpinan KPK. Mengutip perkataan Prof. Sahetapi “ orang – orang yang mendukung pembubaran dan pelemahan KPK merupakan pengkhianat bangsa dan negara terlebih kaki tangan para koruptor “.
Pertumbuhan ekonomi
Tidak bisa dipungkiri setiap tahunya, negara Indonesia belum mampu menunjukkan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang drastis. Pertumbuhan ekonomi hanya berada pada kisaran 5 – 6 % setiap tahunnya. Meskipun dari segi perekonomian kita dikategorikan sebagai Negara berkembang, namun tak ayal predikat itu seakan terus memudar seiring meningkatnya kasus – kasus korupsi ditanah air.
Kalau kita mau berkaca terhadap penegakan hukum terhadap koruptor di China pada masa Perdana Menteri Zu Rongji. Ketegasan dari beliau untuk memberantas kasus korupsi memang pantas diapresiasi masyarakat dunia. Bagaimana tidak, komitmen yang kuat yang menjadi modal beliau memang terbukti membawa hasil yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi bagi negaranya. Ia juga pernah memberikan nada gentir untuk memberants koruptor guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi negaranya tresebut “Berikan saya 100 peti mati, 99 akan saya kirim untuk para koruptor. Satu buat saya sendiri jika saya pun melakukan hal itu.”. Tecatat selama Perdana Menteri ini menjabat pertumbuhan ekonomi China mencapi hingga 10 %. Sungguh sebuah angka yang cukup fantastis dalam konteks pertumbuhan ekonomi di banding negara – negara lain.
Memang tindakan korupsi bukan hanya berimbas terhadap hajat hidup masyarakat, akan tetapi juga memberikan dampak yang signifikan kepada petumbuhan ekonomi disuatu negara. Oleh karena itu, mencermati dampak yang ditimbulkan oleh kelakuan korup tersebut. Menurut penulis sendiri untuk memberikan efek yang benar – benar jera bagi siapa pun yang ingin berniat melakukannya, hukum mati koruptor ! gantung koruptor !. Ini bukan sebuah pelanggaran HAM ( Hak Asasi Manusia ) terhadap koruptor, akan tetapi koruptor yang mencabut seluruh HAM dari masyarakat. Lebih bagus kita memilih menghukum mati seorang koruptor dari pada membunuh secara perlahan masyarakat yang terkena imbas dari kelakuan korup tersebut. Alhasil semua kita sebagai masyarakat juga berharap, pertumbuhan ekonomi kita akan mengalami peningkatan dan memberikan kesejahteraan bagi masyrakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H