Lihat ke Halaman Asli

Mula Efendi Gultom

Humanis, Loyalis dan Profesional

Detik-detik Kritik Patriotik

Diperbarui: 5 Juli 2019   21:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dengan berani Residen Sudirman  meminta bendera triwarna diturunkan untuk di ganti dengan bendera merah putih terhadap Belanda yang masih bercokol di Indonesia, sementara itu pemuda Sidik sedikitpun tidak gentar menghadang dan menendang revolver ditangan Mr Ploegman hingga terpental,  kemudian bergulat namun harus tersungkur di ujung Pedang Panjang atau Haryono dan Kusno Wibowo yang memanjat ke atap gedung  Yamato Hoteru merobek bendera triwarna dan menaikkan bendera Merah Putih ditengah desingan peluru penjajah laknat.

Setelah munculnya maklumat pemerintah tanggal 31 Agustus 1945 yang menetapkan bahwa mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang Merah Putih dikibarkan terus di seluruh Indonesia.

Gerakan pengibaran  bendera makin meluas ke segenap pelosok kota.  Di berbagai tempat strategis dan tempat-tempat lainnya, susul menyusul bendera dikibarkan. Antara lain di teras atas Gedung Kantor Karesidenan (kantor Syucokan, gedung Gubernuran sekarang, Jl Pahlawan) yang terletak di muka gedung Kempeitai (sekarang Tugu Pahlawan), di atas gedung Internatio, disusul barisan pemuda dari segala penjuru Surabaya yang membawa bendera merah putih datang ke Tambaksari (lapangan Gelora 10 November) untuk menghadiri rapat raksasa yang diselenggarakan oleh Barisan Pemuda Surabaya. 

Klimaks gerakan pengibaran bendera di Surabaya terjadi pada insiden perobekan bendera di Yamato Hoteru/Hotel Yamato atau Oranje Hotel, Jl. Tunjungan no. 65 Surabaya.  Sekali merdeka tetap merdeka !!!  pekik ribuan massa anak bangsa yang merangsak menghalau penjajah, tak surut langkahnya walau hanya bertamengkan api  semangat kemerdekaan yang bergelora di dada,. Menghadang penjajah  walau harus keujung laras senapan mesin. 

Tumpahlah kebumi darah dan air mata... Ibu pertiwi diselubungi merahnya darah dan sucinya air mata bening anak-anaknya.  Ribuan mayat bergelimpangan tertembus peluru, terlindas mobil lapis baja, tersayat perih dalam penyiksaan, terhilang tanpa nama, tidak ada yang mengingat dan tak ada yang teringat siapa beliau-beliau para  pendahulu. Kuburan pun tak ada atau sanak saudara karena semua keluarganya terhapus dari muka bumi. 

Sungguh betapa rindunya anak-anak bumi pertiwi melihat Sang Merah Putih Berkibar, tidak ingin dan tidak rela ada yang mengganggu apalagi menggantinya dengan bendera lain.  Sayup-sayup terdengar barisan pemuda dan pemudi menyanyikan lagu :

Berkibarlah benderaku

Lambang suci gagah perwira

Di seluruh ....

  Ah benarkah suara itu keluar dari hati nurani yang terdalam para pemuda dan pemudi Indonesia saat ini. Bagaimana mungkin " Sang Merah Putih sebagai lambang suci gagah perwira" mana kala saat menghormat tidak dibarengi dengan kebanggaan dan semangat kebesaran, melakukan penghormatan hanya karena perintah, tidak tau dan tidak mengerti apa "rasa penghormatan" yang dilakukan. 

Yang terasa di hatinya hanyalah  "teriknya matahari membuat gerah, upacara yang hanya membuat lelah dan bosan.  Apakah ada yang memberitahu kepada mereka, mana kala bendera di kerek naik keatas itu berarti juga harkat dan martabat diri kita sendiri yang diangkat keatas, agar semua bangsa di dunia melihat " Inilah Indonesia" Sehingga dari ujung ke ujung Kepulauan Indonesia ada tanda bagi semua orang untuk melihat, Oh itulah Bumi Pertiwi  dimana Merah Putih berada. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline