Lihat ke Halaman Asli

Muktar Bona

mahasiswa

Agama dan Kelompok Sosial

Diperbarui: 22 Maret 2018   03:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Agama sejatinya adalah kelompok yang teridentitas. Agama yang sesungguhnya subuah kepercayaan yang berisikan nilai-nilai kebenaran (dari sudut pandang masing-masing kelompok penganut) sebagai pedoman dalam menjalankan tugas khalifah dimuka bumi yang hidup dengan manusia lainnya, pedoman yang berisikan bentuk aturan dalam perjalanan hidup. 

Hubungan manusia dengan manusia lainnya dalam hal ini horizontal tidak akan mampu berjalan dengan baik jika tidak ditopang oleh tuntunan vertikal(yang Maha Kuasa). Ibarat berlayar disamudera yang diterjang badai tanpa ada pengetahuan dalam melaluinya. Jadi perjalanan manusia dalam menjalankan kesempatan hidup didunia dengan sendirinya memiliki kebutuhan akan pedoman.

Agama selalu dikaitkan dengan kepatuhan manusia dengan Tuhannya, menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya, jika di pahami dalam pengertian ini, agama memberikan doktrin, batasan bahkan sanksi dengan adanya kehidupan yang ada setelah kehidupan didunia yaitu kehidupan penghakiman dalam bentuk surga dan neraka. Artinya agama memberikan batasan-batasan dan ancaman terhadap manusia yang menganut ajarannya. 

Timbullah pertanyaan apakah agama merampas kebebasan manusia dalam berkreatifitas baik itu bentuk pemikiran maupun tindakan. Seperti yang tertulis didalam buku "Bayang-Bayang Tuhan; Agama Dan Imajinasi" yang ditulis oleh yasraf amir piliang yang mengatakan Agama merupakan sebuah tegangan antara kepatuhan dan aturan, antara hasrat dan pembatasan, antara doktrin dan kreatifitas, antara ajaran dan imajinasi. Seakan-akan tidak ada cela bagi daya kritis, interpretasi dan kreatifitas dalam beragama. 

Namun hal ini dijawab oleh Piliang bahwa sejarah kenabian sarat dengan lukisan imajinatif tentang sebuah umat terbayangkan yang berupaya diwujudkan melalui perjuangan yang keras, konsisten, kontinu, pantang menyerah, dan bahkan dengan pengorbanan diri. Itulah yang disebut sebagai imajinasi kerasulan(propetic imagination), yaitu sebuah bayangan masa depan umat yang berlandas pada wahyu Tuhan. 

Bahkan dalam peradaban islam imajinasi itu hidup dalam keseharian yang menghasilkan gagasan dan pemikiran besar dalam ilmu pengetahuan, filsafat, teknologi dan lainnya. Yang artinya bahwa agama bukan seolah-olah membatasi daya imajinatif manusia untuk berkreatifitas. 

Tetapi dalam kenyataan hari ini agama seakan-akan membatasi manusia dalam berkehidupan. Maksud dari pernyataan ini adalah pada hari ini banyak terjadi konflik-konflik yang didasari oleh perbedaan pandangan dalam berkeyakinan. 

Terjadi degradasi pemahaman mengenai agama sebagai pedoman hidup. Agama saat ini menjadi identitas diri yang berujung pemburukan citra agama padahal manusia diciptakan dalam bentuk bangunan sosial yang berbeda-beda karena besarnya kehidupan dimuka bumi ini, artinya beragam-ragam akan pola yang menjadi budaya dalam berkehidupan dengan manusia lainnya. 

Tetapi dengan adanya identitas beragama yang dijadikan pedoman hidup menjadi timbulnya suatu  konflik yang diakibatkan perbedaan keyakinan mengenai suatu yang dianggap benar. Jika dilihat dari realitas ini, agama tidak lagi menjadi pedoman dalam menjalani hidup antar sesama manusia lainnya tetapi menjadi pemicu konflik. 

Dapat dipahami bahwa agama yang seharusnya menjadi pedoman tetapi realitasnya agama menjadi identitas yang melembaga dalam kelompok sosial.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline