Lihat ke Halaman Asli

Mukmin

Jurnalis

Perkuat Toleransi, DPD LDII Semarang Gelar Diskusi Panel Moderasi Beragama

Diperbarui: 31 Oktober 2022   08:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri.

Banda Aceh - Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Kota Semarang menggelar kegiatan Diskusi Panel Moderasi Beragama, di Hotel Grasia, Gajahmungkur, Kota Semarang, Sabtu (29/10).

Hadir dalam kegiatan tersebut, perwakilan Kemenag, MUI, PBNU, Muhammadiyah dan pengurus DPD LDII. Turut hadir juga sejumlah nara sumber memaparkan materi penguatan moderasi beragama.

Ketua DPD LDII Kota Semarang Suhindoyo mengatakan, diskusi ini merupakan salah satu upaya menjalin silaturahim antar elemen masyarakat untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.

"Moderasi beragama merupakan pondasi dalam membangun Indonesia yang dapat menguatkan persatuan dan kesatuan di tengah masyarakat. Jadi keberagaman yang toleran ini adalah sebuah aset untuk menjadikan bangsa Indonesia lebih baik lagi. Bukan malah menjadi kendala dalam pembangunan," ujar Suhindoyo.

Sementara itu, Sekda Kota Semarang, Iswar Aminuddin dalam sambutannya mengapresiasi diskusi moderasi beragama tersebut.

Ia menyebutkan, Kota Semarang merupakan salah satu kota yang memiliki masyarakat majemuk. Oleh karenanya, keberagaman yang ada harus dibungkus dengan toleransi agar persatuan dan kesatuan tetap utuh dan terjaga.

"Dengan demikian, hal ini menjadi salah satu modal dalam pembangunan Kota Semarang untuk menjadi lebih baik dan hebat lagi," terangnya.

Menanggapi hal itu, Ketua DPP LDII Bidang Hubungan Antar Lembaga Singgih Tri Sulistiyono mengatakan toleransi dan kesetaraan itu merupakan suatu kondisi yang harus ada dan dituntut dalam kehidupan pada era pascarevolusi industri 4.0.

"Mengapa itu merupakan suatu syarat mutlak, sebab kalau ketiadaan toleransi itu akan menimbulkan bibit konflik. Dan konflik di era kemajuan teknologi ini akan sangat membahayakan keberlangsungan hidup manusia," ujarnya.

Singgih menjelaskan, kecanggihan teknologi dapat memicu terjadinya konflik sosial yang dapat berujung pada kekerasan dan perang, "Yang akibatnya lebih berbahaya daripada yang pernah terjadi selama perang dunia pertama dan kedua," jelasnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline