Lihat ke Halaman Asli

Ibra Alfaroug

TERVERIFIKASI

Dikenal Sebagai Negara Agraris, Namun Dunia Tani Kita Masih Saja Ironis

Hujan bagi Boedi dan Pesan dari Sang Ibu

Diperbarui: 20 November 2022   05:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrated By: pixabay.com

Hujan, pukul 07.00. Boedi bocah cilik berseragam merah putih. Memandang langit, hujan lagi, lagi, dan lagi! Celetuknya. Sambil berkemas, berangkat ke sekolah. 

Asoi hitam ia keluarkan, ia masukan sepatu beserta kaos kaki agar bisa ia pakai ketika sampai, ke dalam tas kasayangan bergambar toko kartun kesukaan.

Tak lupa jaket tebal ia kenahkan. Sandal jepit untuk dipakai sementara, dan akan dilepas jika telah tiba di sekolah dengan sepatu yang ia bawah dalam kantong asoi hitam.

Lalu, badan dibungkus mantel hujan dari plastik seharga sepuluh ribu, yang temukan diperjalanan saat kehujanan pulang sekolah beberapa hari yang lalu. Masih disimpan baik oleh Boedi.

Sambil pamitan, tak lupa payung hitam bergagang hitam ia bawah. Persiapan agar tak basah oleh hujan. 

Hujan oh hujan, mengapa kau turun tak kunjung ingin berhenti. Tak tahu-kah kau?  Aku ini berjalan kaki, melewati tujuh jembatan dari bambu, jalan setapak tanah perbukitan, lereng terjal dan sepi daerah perkebunan, oh hujan. Senandung do'a yang menghibur ini ku nyanyikan. Semoga hujan tak turun lagi saat aku pulang sekolah, nanti ya..

Hujan, pukul 11.00. Boedi bocah cilik berseragam merah putih. Duduk di kelas tiga, usai do'a jam terakhir, bubar pamitan dan pulang sekolah. Sepasang matanya menatap laman sekolah yang basah, suara keras tetesan hujan di atas genteng yang terdengar ribut.

Aduuh hujan lagi. Alamak, baru saja berhenti kok ngulang lagi. Akh, pulang. Kan, udah terbiasa mandi dengan air hujan. Ada mantel, payung, sandal jepit yang kubawa, kan gunanya kalau ada hujan iya kan, dalam hati. hihihi 

Hujan saat pulang sekolah tak kutakutkan, daripada hujan di waktu pagi. Aku takut terlambat. Biar jalan becek berlumpur, karena belum dibangun, aku tak apa-apa, asalkan tak ada longsor, jembatan rubuh, dan sampai rumah dengan kondisi selamat, amiin ia berteriak.

Hujan pukul 19.00. Biarlah, hujan mau turun. Aku mau tidur, bermimpi esok pagi langit akan cerah. Surya munculnya dengan senyumnya. Pepohonan menghijau, bunga-bunga bermekaran. Aku terlelap dalam damai yang hening, meski hujan lebat di luar sana. Dan ke sekolah dengan ceria.

Pesan Ibu;

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline