Dikenal sebagai negara agraris, namun dunia tani kita masih saja ironis
Pernyataan subyektif di atas merupakan jerit dan rintihan bersifat pribadi lakon sebagai petani atas kenyataan yang terjadi dalam dunia pertanian tanah air.
Tanah yang kaya nan subur, namun rakyatnya ora makmur, produk hasil pertanian masih dikirim dari luar, piye yang salah dari julukan kita sebagai negara agraris?
Pandangan Miring Menjadi Petani
Petani secara kaca mata sosial di masyarakat masih dipandang sebelah mata (kelas rendahan). Status sosial yang kurang 'prestise' tidak memiliki nilai jual secara frame dalam status sosial.
Tak heran sering ditemui, para orang tua masih beranggapan petani merupakan jalan akhir saat anak dalam menentukan jalan karir. Menapaki sebuah pilihan kerja.
Setelah pontang-panting mencari kerja berbekal selembar kertas ijazah. Sing penting bukan menjadi petani. Malu dong diolok-olok karena ini.
Bila dikaji ulang image ini, tak jarang berkaitan dalam sisi wajah pendidikan atas gelar kesarjanaan di masyarakat. Hasil dari analisis receh awamologi loh.
Pendidikan yang tinggi jebolan dari perguruan tinggi yang ternama. Sungguh disayangkan bila nantinya lebih memilih peruntungan, bekerja sebagai petani.
Susah-susah nyekolahin, eehhh jadi petani, otakmu di mana Tole? Buat malu, habis sudah harta pusaka tak terbalas keluh ini Tole!