Boedi berlari kegirangan, sambil mengepal kertas kecil bertuliskan angka tertera nama masjid Al-ikhlas dibelakang angka. Besok lebaran haji, sholat Idul Adha dan memotong hewan kurban. Pekik si Boedi, bocah berusia sembilan tahun. Yang kini duduk dikelas tiga sekolah dasar.
Senyum riang, Pak ini ada kupon dari pak imam. Jam dua nanti ambil daging kurban Pak. Ada tiga sapi dan lima ekor kambing, hewan qurban dikampung kita. Sapinya gede buanget, kambingnya ada jenggotnya. Mirip jenggot kakek dulu lho Pak, Boedi tertawa cekikikan.
Boedi besok ingin lihat ya Pak, mau lihat gimana hewan qurban saat dipotong. Kata Bedoel teman Boedi, dulu ada hewan kurban waktu dipotong ada yang bertingkah lho Pak.
Ngamuk, susah sekali mau dipotong. Ada juga yang lari kemana-mana lepas dari talinya, sukar mati walau urat telah terputus. Bahkan ada yang menangis saat ingin dipotong. Pak Jaelani guru ngaji Boedi juga pernah cerita lho Pak.
Kalau kata teman Boedi si Bedoel, sikap hewan kurban yang aneh itu tergantung niatnya yang bekurban. Tulus atau tidak. Lebih-lebih sumbernya memang tidak dari hasil yang baik.
Katanya, bisa saja dari hasil sengketa harta warisan keluarga, jual beli dari hasil menipu orang lain, atau hasil pratik korupsi uang rakyat. Benarkan kan Pak?
Huss!
Boedi jangan banyak berprasangka yang bukan-bukan. Timpal Bapak. Mestinya kita harus banyak bersyukur Boedi.
Untung ada yang mau bequrban ditahun ini. Disaat ekonomi kurang menguntungkan karena corona. Jadi kamu jangan banyak berpikir macam-macam, berdoa aja besok waktu sholat semoga corona lekas berakhir.
Dan kamu bisa sekolah normal kembali, tidak online terus, bisa bertemu guru dan bermain dengan teman-teman sekolah mu. Terutama si Bedoel teman akrab mu itu.