Lihat ke Halaman Asli

Ibra Alfaroug

TERVERIFIKASI

Dikenal Sebagai Negara Agraris, Namun Dunia Tani Kita Masih Saja Ironis

Mekanisme Parpol, Dominasi Sang Figur Tunggal

Diperbarui: 24 November 2019   13:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: kerisnews.com

Keterpilihan Surya Paloh dan Megawati sebagai ketua umum partai Nasdem dan ketua umum PDI Perjuangan secara aklamasi seakan memberikan pandangan bahwa tingkat pengaruhnya di dalam parpol yang mereka pimpin selama ini sangatlah besar.

Hal ini dibuktikan dengan terpilihnya kembali, tanpa mempunyai kompetitor untuk menduduki tampuk kepemimpinan partai. Dan memiliki dukungan penuh dari berbagai unsur-unsur dalam parpol yang memiliki hak suara untuk memilih. Pendek kata, tanpa adanya persaingan diantara sesama anggota partai.

Kejadian seperti ini juga dialami oleh PKB yang dipimpin Muhaimin Iskandar, Gerindra yang dipimpin oleh Prabowo Subianto, Demokrat dengan SBY-nya. Sangat berbeda dengan Golkar dalam beberapa kurun telah beberapa kali pergantian ketua, baik dizaman Akbar Tanjung, Jusuf Kala, Abu Rizal Bakrie, hingga Erlangga Sutarto pada saat ini. Begitu juga dengan PAN maupun PKS, beberapa kali pemilihan ketua yang baru.

Fenomena-fenomena "kekuatan figur" yang masih bertumpu pada satu atau beberapa orang, dalam konteks kaderisasi partai seakan dipertanyakan. Pasalnya, eksistensi parpol dimasa mendatang, ketika orang-orang tersebut tidak bisa lagi untuk eksis dalam ranah politik praktis, masih-kah partainya mampu berjaya.

Implikasi permasalahan parpol tak ubah seperti sebuah perusahaan pribadi, tampuk kekuasaan seperti barang warisan turun temurun, dari sang ayah, ke anak dan seterusnya. Sehingga parpol sebagai milik perseorangan. Yang bebas menentukan sesuatu dengan sebuah kewenangan penuh tanpa bisa diganggu gugat.

Mirisnya, anggota parpol lain tak ubah seperti penunggu rumah kontrakan, apabila majikan sang pemilik rumah tidak suka, kemungkinan besar akan terusir dari kontrakan. Untuk itu, asalkan majikan senang tak jarang bermacam daya pun akan dilakukan.

Sehebat apapun dalam keanggotaan, tampaknya masih belum mampu tuk melompat dinding tinggi yang telah terbentuk. Dalam sebuah istilah "merunduk bila ketinggian, melompatlah bila kerendahan". Sehingga terselamatkan dari mekanisme yang tersruktur, sistematis dan massif dalam parpol.

Dominasi Sang Figur Tunggal

Merujuk akan adanya sistem aklamasi kata pecundang/kompetitor seakan tak ada, sistem voting pun tidak akan dilakukan. Karena yang orang terpilih adalah jelas tanpa lawan dari yang lain. Walaupun didalam keanggotaan seperti ini, pasti ada orang-orang yang sebenarnya memiliki keinginan untuk tampuk kepemimpinan.

Orang-orang seperti ini dalam versiku bisa dianggap 'pecundang'. Mengakui kemenangan tanpa lawan, di dalam hati penuh kekecewaan akan keterpilihannya.

Kekecewaan pada mekanisme parpol, tak jarang adanya perlawanan dalam internal. Bahkan pembelotan kepada parpol lain, atau membentuk parpol-parpol baru. Yang suatu saat akan menjadi rival politik di masa pemilu nanti dalam rebutan tiket senayan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline