Lihat ke Halaman Asli

Ibra Alfaroug

TERVERIFIKASI

Dikenal Sebagai Negara Agraris, Namun Dunia Tani Kita Masih Saja Ironis

Literasi Mileneal di Era Digital

Diperbarui: 20 Agustus 2019   09:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrated by: Pixabay.Com

"terlalu banyak orang membuat makam atas hidup mereka sendiri dengan menguburkan talenta-talenta mereka." (G.B. Williamson)

Pertumbuhan dan perkembangan informasi diera digital saat ini memiliki peran konstruktif dalam mengembangkan suatu kreatifitas pada individu. Yaitu instrument eksplor talenta-talenta yang masih terkurung pada diri. Dan sebagai media aktualisasi diri.

Hakikatnya setiap manusia pasti memiliki talenta-talenta itu, yang masih terpendam yang mesti digali atau diasah. Yaitu potensi 'bakat'.  Menurut ilmu Pskologi telah mendefinisikan tentang bakat. Menurut pemahamanku bakat adalah kemampuan dasar yang ada pada diri dan perlu untuk diasah. Sehingga dapat muncul ke permukaan.

Adapun cara pengembangan bakat tidak lain melalui jalan pendidikan, pelatihan, dan unjuk diri. Belajar kepada orang lain dan belajar sendiri "outodidak'. Dengan cara ini maka potensi akan tumbuh dan lebih berkembang  sebagai wujud kita mensyukuri anugerah Tuhan yang besar ini.

Kalau hanya dalam ruang lingkup pendidikan ataupun pelatihan saja. Maka bakat yang hanya bersifat pemahaman teori semata, tidak akan tumbuh ataupun berkembang jika tidak dibuktikan dalam kenyataan. Yaitu dipraktikan ke ruang yang sebenarnnya. Baik dikeluarga, sekolah maupun di masyarakat.

"jika seseorang mempunyai sebuah talenta dan tidak dapat menggunakannya, ia telah gagal. jika ia mempunyai sebuah talenta dan hanya menggunakannya setengahnya, ia telah setengah gagal. jika ia mempunyai sebuah talenta dan belajar menggunakannya secara penuh, ia telah berhasil dengan cemerlang dan menikmati suatu kepuasaan serta sebuah prestasi yang tidak diketahui oleh banyak orang." (Thomas Wolfe)

Pembukti-an ilmu yang dipahami kedalam tindakan. Adalah prihal terbaik sebagai eksprimen terhadap potensi diri. Dan eksplor yang ada pada diri pada sebuah hasil tangan sendiri "kreatifitas". Sejauh mana pemahaman yang dikuasai untuk diujudkan dalam sebuah kreasi yaitu suatu karya. Atau justru berusaha menguburkan talenta/potensi yaitu bakat untuk mati dengan sendirinya.

 "jika anda tidak berusaha melakukan sesuatu melampaui apa yang sudah anda kuasai, anda tidak akan berkembang." (Ronald E. Osborn)

Dalam hal ini saya tertarik tentang potensi tulis menulis. Toh, dari pendidikan sekolah dasar hingga perguruan tinggi pun kita masih diajarkan membaca? Diajarkan menulis abjad, kalimat atau mengarang cerita? Bahkan kita sering menulis di dinding sekolah, meja dan coret-mencoret buku dengan berbegai berbentuk. Baik berbentuk angka, abjad bahkan gambar lainnya.

Artinya, dunia tulis menulis itu erat dengan kita. Dan mengapa tidak jika saat ini kita mempratikan ke dalam skala yang lebih besar. Dengan menulis apa yang kita tahu, pikir atau kita rasakan ke sebuah laman atau di media?  Dan menjadi sebuah kreasi-kah, karya-kah, atau menjadikannya suatu kebiasaan baru yang postif. Lalu dibagi ke khalayak.

Pendek kata, belajar dan berusaha mencoba menulis tentang hal yang positif. Ketimbang menulis status bohong ke ranah public. Yang fatal dan cenderung menjadi bibit pemicu perpecahan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline