Lihat ke Halaman Asli

Muklisin Said

Mahasiswa yang kritis

Politik Identitas dan Tuntutan atas Martabat Manusia

Diperbarui: 25 Agustus 2021   09:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Dalam bagian pertama bukunya (The Politics of Dignity), Fukuyama menjelaskan bahwa fenomena negara-negara di dunia memang menuju puncak dari kondisi demokrasi liberal karena menguatnya globalisasi, semakin tergantungnya kondisi satu negara dengan negara yang lain. 

Tapi, kondisi demokrasi dan kapitalisme liberal di era globalisasi tidak bisa dinikmati oleh semua orang atau semua negara.

Bahkan krisis ekonomi yang dialami Amerika Serikat sendiri tahun 2008 serta Yunani yang berdampak kepada Uni Eropa menjadikan reputasi dari demokrasi liberal mulai dipertanyakan. 

Fenomena lain yang menunjukkan kemunculan berbagai gerakan protes yang berangkat dari keterpurukan ekonomi berbasis identitas yang bercirikan sikap "illiberal" pun bermunculan, sebut saja serangan al-Qaidah atau kemunculan ISIS

Berangkat dari kritiknya terhadap biasnya paradigma ekonomi politik dalam membaca fenomena politik identitas, Fukuyama mengajak kita untuk kembali pada tradisi pemikiran-pemikiran klasik dalam melihat manusia dan tuntutan pengakuan bagi diri seseorang.

Ia menjelaskan bahwa Socrates sudah menjelaskan sejak ribuan tahun yang lalu terkait human nature  dalam tiga bagian jiwa manusia (the third part of the soul). Mengutip Socrates, pada dasarnya dalam diri manusia terdapat tiga sifat dasar, yakni keinginan atau hawa nafsu (desire) dan akal sehat atau rasionalitas (reason) yang sering kali bertikai untuk berebut didahulukan.

Dan  yang ketiga adalah semangat (spirit atau dalam bahasa Yunani disebut Thymos). Thymos aadalah suatu sifat yang dimiliki oleh seorang prajurit atau orang yang mengabdi kepada kerajaan (guardian). 

Sifat itu berisikan perasaan marah dan kebanggaan atas timbal balik dari penilaian seseorang kepada kita. Thymos inilah menurut Fukuyama di era modern kita kenal sebagai politik pengakuan identitas.

Selain memperkenalkan kembali konsep Thymos, Fukuyama juga menjelaskan sifat lain yang mengikat manusia, yang ia sebut sebagai inside dan outside bagi seseorang. Artinya, ada anggapan bagi setiap orang bahwa ia memiliki semacam identitas yang otentik yang membedakannya dengan orang lain.

Ciri identitas otentik tersebut (inside) tidak boleh diganggu dalam pergaulan dan harus mendapatkan pengakuan dalam lingkungan sosialnya (outside). Cerita menarik tentang pergulatan ini dibahas secara menarik oleh Fuikuyama ketika membicarakan gerakan protes Martin Luther terhadap dominasi gereja yang terlalu mengintervensi kedirian seseorang

Selain inside dan outside, Fukuyama juga menjelaskan bahwa satu konsep lagi yang perlu dimasukkan, yakni konsep martabat (dignity), dimana setiap orang membutuhkan pengakuan bukan hanya di dalam kelas sosial yang terbatas, tapi bagi seluruh umat manusia. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline