Cinta sering kali datang tanpa permisi, menyelinap masuk ke dalam hati tanpa isyarat dan membuat segalanya terasa lebih indah. Namun, tak jarang cinta juga dihadapkan pada kenyataan pahit, ditolak, tak berbalas, atau sekadar disambut dengan canggung. Namun, kisah kali ini bukan tentang patah hati yang melankolis, melainkan tentang bagaimana sebuah kotak cokelat bisa menjadi juru bicara bagi hati yang penuh cinta.
Adalah Aditya, seorang pemuda yang jatuh cinta pada pandangan pertama kepada Anisa, rekan kerja yang baru bergabung di kantornya. Anisa memiliki pesona yang memikat, dengan senyum yang hangat dan pembawaan yang ceria. Aditya yang biasanya pendiam, tiba-tiba merasakan hatinya berdetak lebih cepat setiap kali berada di dekatnya. Selama berminggu-minggu, Aditya memendam rasa, mencari-cari waktu yang tepat untuk mengungkapkan perasaannya.
Namun, seperti banyak pria yang penuh dengan keraguan, Aditya tidak berani mengutarakan isi hatinya secara langsung. Ia khawatir ditolak, takut persahabatan yang mereka bangun akan rusak karena kejujuran yang terlampau berani. Maka, Aditya memutuskan untuk menggunakan pendekatan yang lebih manis---secara harfiah---ia memutuskan untuk memberikan cokelat kepada Anisa.
Hari Valentine pun tiba, waktu yang dirasa Aditya paling pas untuk menyatakan cinta. Ia menghabiskan waktu berjam-jam memilih cokelat terbaik, lalu menulis sebuah surat singkat namun penuh makna, "Aku mungkin tak sempurna, tapi aku ingin menjadi alasan senyummu setiap hari. Mau kah kau memberiku kesempatan?" Dengan penuh harapan, ia membungkus kotak cokelat itu dengan pita merah muda dan menaruhnya di meja Anisa pagi hari sebelum ia datang ke kantor.
Namun, ternyata harapan Aditya tidak semanis cokelat yang ia berikan. Saat waktu makan siang tiba, Anisa mendekati Aditya dengan raut wajah penuh kebingungan. "Terima kasih untuk cokelatnya, tapi... maaf, aku sudah punya seseorang yang spesial," katanya lembut. Perasaan Aditya langsung runtuh seketika. Dunia yang seakan tadinya dipenuhi warna, mendadak menjadi kelabu. Cinta ditolak, dan ia tak bisa berbuat apa-apa.
Tapi, kotak cokelat itu ternyata memiliki rencana lain. Setelah beberapa hari, Anisa mulai berubah. Ia sering kali mengajak Aditya berbicara, lebih banyak tertawa di depannya, dan bahkan terkadang memuji pekerjaan Aditya. Awalnya, Aditya tidak menyadari perubahan ini. Namun, teman-teman kantornya mulai menggoda, "Eh, kok Anisa sekarang sering cari-cari kamu, Dit?"
Ternyata, di balik penolakan halusnya, Anisa menyimpan rasa hormat terhadap keberanian Aditya. Cokelat yang ia terima bukan hanya sekadar hadiah, tapi sebuah tanda ketulusan. Meskipun ia memiliki seseorang saat itu, perhatian kecil dari Aditya mulai membuka matanya akan kebaikan hati pemuda itu. Tak lama kemudian, hubungan Anisa dengan kekasihnya mulai renggang, dan tanpa disadari, Anisa mulai lebih sering menghabiskan waktu dengan Aditya.
Pada akhirnya, cinta tak harus selalu berhasil pada percobaan pertama. Kadang, penolakan adalah awal dari sesuatu yang lebih manis. Anisa mulai melihat Aditya bukan hanya sebagai teman, tapi sebagai seseorang yang benar-benar peduli. Satu tahun setelah penolakan itu, Aditya kembali memberikan cokelat pada Anisa, kali ini disambut dengan senyum manis dan sebuah jawaban yang berbeda.
"Cinta mungkin sempat ditolak, tapi cokelat telah bertindak."
Kisah ini mengajarkan kita bahwa cinta adalah perjalanan yang penuh liku. Terkadang, kita ditolak bukan karena kurangnya cinta, tapi karena waktu yang belum tepat. Dan di balik penolakan, ada kesempatan lain yang mungkin lebih indah di masa depan. Cokelat manis yang dulu ditolak, kini menjadi saksi dari cinta yang akhirnya bersemi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H