Lihat ke Halaman Asli

Merokok, Siapa Mau Ikut Berhenti?

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam sebuah pertemuan untuk berdiskusi mengenai Islam dan Seksualitas di Jakarta, Prof. Musda Mulia, dengan nada berseloroh mengatakan kepada saya, "kamu baru iman dan islam, tetapi belum ikhsan." Salah satu sebabnya, menurut sang Professor, saya masih merokok.

Lantas apa hubungannya, antara perilaku buruk merokok dan ikhsan dalam konteks Islam? Menurut Profesor, kira-kira begini, ikhsan merupakan wujud akhlak seorang muslim dalam relasinya dengan sesama manusia dan lingkungan hidupnya. Artinya, ikhsan merupakan terjemahan substansial dari nilai-nilai kemanusiaan, yang menghargai, yang mengasihi sesama, yang tidak menyakiti semua makhluk Tuhan, dan yang tidak hendak menghancurkan orang-orang yang hidup di sekitar kita, apa pun latar belakangnya.

Sungguh saya, serius memikirkan tuduhan dan seloroh sang Profesor, dan merenungkan sungguh-sungguh, jika saya merokok berarti belum ikhsan di mana letaknya? Dengan sedikit susah payah dan rela mengkritik diri sendiri, saya akhirnya menyetujui tuduhan itu. Saya menyadari dengan sesungguh-sungguhnya, dengan merokok memang saya sudah tidak mengasihi manusia lain di sekitar saya, saya sudah menyakiti mereka dengan racun yang terkandung di dalam asap yang saya semburkan melalui mulut saya. Dan bisa dibayangkan dampak itu semakin meningkat tingkat bahayanya, manakala saya sedang sedikit malas gosok gigi.

Meskipun saya sudah berusaha menjadi perokok yang ber-etika [ini apalogi saya], misalnya, saya tidak pernah merokok di dalam rumah, saya tidak merokok di sekitar anak-anak kecil, dan tidak merokok pula di sekitar perempuan hamil. Saya membuat tempat merokok khusus di halaman rumah, dan segera menghentikan aktivitas merokok manakala anak-anak mendekati ruang khusus itu. Beginipun saya menerima tuduhan sang Profesor.

Nach, pikiran saya mengembara lagi, masih dengan kaca mata ikhsan dalam definisi sang Profesor. Bagaimana dengan mereka yang menyerang serang kelompok lain, menghancur-hancurkan karena perbedaan pandangan dan prinsip hidup, menghilangkan hak hidup mereka yang dianggap berbeda ideologi. Ach, mungkin sang Profesor akan mengatakan, mereka tidak saja tidak ikhsan, tetapi juga diragukan keimanan dan keislamannya. Ach..., saya mengelus dada, menuduh diri saya keterlaluan. Tetapi angin gunung di jalan menuju kabupaten Keerom seakan membisiki saya, "benar pikiranmu, sungguh benar adanya."

Saya sedang mempertimbangkan untuk berhenti merokok, tetapi sungguh sulitnya bukan main. Dan saya hanya berpikir, bagaimana para pelaku kekerasan yang saat ini sedang dikutuk-kutuk banyak pihak itu, sama sulitnya berhenti melakukan tindakan kekerassan yang mereka lakukan, sama sulitnya dengan saya yang sedang berjuang untuk berhenti merokok. Entahlah....!!! Saya tentu tak hendak mencoba untuk menjawab pertanyaan ini.

Yang pasti, siapa yang mau ikut berhenti merokok? Mari bersama saya untuk mencobanya....! Sehingga benar-benar menjadi ikhsan dalam kehidupan kita. Mari siapa yang hendak berhenti melakukan tindak kekerasan, belajar dengan para perkok yang sedang berusaha untuk berhenti merokok.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline