Sepertinya, bahasan mengenai kembali kepada fitrah dan kembali kepada fitrah akan menjadi bahasan yang gemuk di setiap lebaran. Pun tak lepas di lebaran 1435 H ini.
Seringkali fitrah yang dimaksud ialah fitrah keislaman, fitrah kecenderungan pada kebaikan, dan definisi-definisi lain yang dapat tercerap oleh Kita. Akan tetapi, bagi Saya satu lagi fitrah yang acap kali seperti dipinggirkan karena kental dengan urusan dunia. Yakni fitrah jasmani.
Perpindahan dari alam Ramadhan menuju alam di luar Ramadhan bukan hanya bermakna mempertahankan kebaikan-kebaikan yang sudah dibiasakan di bulan Ramadhan. Justru bermakna kembali kepada posisi awal yakni keterikatan Kita dengan dunia jasmani.
Setelah di bulan Ramadhan secara fokus Kita ditempa untuk melepas keterikatan diri dengan tuntutan-tuntutan jasmani, menaikkan derajat ruhani. Bulan Syawwal seakan berkata "kemarin kalian saleh hanya karena suasana yang mendukung untuk saleh. Masihkah kalian akan saleh di bulanku ini?".
Di bulan Syawwal Kita dituntut untuk "menjadi baik" di tengah kondisi kenyang, tidak ada lagi tuntutan puasa, tidak ada lagi buka bersama, tidak ada lagi sahur bersama, juga tidak ada lagi menderita lapar bersama. Setan-setan dilepaskan, syahwat kembali naik, nafsu kembali menggema. Karena itu gema takbir yang berlafal Tuhan Maha Besar, bernadakan munajat kesedihan seakan berkata: "Tuhan berikan Kami kekuatan menghadapi raksasa-raksasa diri ini. Sungguh engkau yang menguasai segala sesuatu".
Bulan Syawwal juga mengajak Kita kembali untuk sadar bahwa Kita masih berada di bawah hukum dunia. Terikat oleh tubuh jasmani yang meminta hak-haknya untuk dipenuhi.
Bukan dihindari seakan seperti pengecut yang kabur tunggang langgang dari gelanggang perang. Tidak ada yang datang dengan hanya menengadahkan tangan bahkan semiskin suara hati. Tuhan menuntut Kita untuk terus berikhtiar secara jasmani, pun kemudian ruhani. Selebihnya yang di luar nalar dunia, biar Tuhan yang urus tak perlu diharap sehingga kemudian berujung patah hati.
Mari kembali sadar diri, akan fitrah jasmani. Sekali lagi fitrah jasmani. Fitrah yang berawal dari kebutuhan dasar makan, minum, dan lainnya. Berakhir pada eksistensi diri sebagaimana diteorikan oleh Maslow.
Fitrah manusia sebagai makhluk mekanis yang bergerak seperti mesin dimana butuh bensin seperti diterangkan Descartes. Fitrah yang men sana in corpore sano, "Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat." Meski dalam Islam juga aada penggalan hadits:
"Sesungguhnya dalam jasad (tubuh) itu terdapat segumpal daging, apabila ia sehat maka seluruh tubuh akan sehat. Jika ia rusak maka seluruh tubuh akan rusak. Ketahuilah bahwa segumpal daging tersebut ialah hati"
Memang, banyak ulama yang mengarahkan penafsiran hati ini pada pemaknaan hati sebagai sebuah vis a vis dari tubuh fisik tegasnya diartikan jiwa. Sehingga berujung pada, "jika jiwa kita sehat, maka keseluruhan tubuh fisik akan ikut sehat".