Lihat ke Halaman Asli

Mukhlis Syakir

Nyeruput dan Muntahin pikiran

Belajar Menolak Tua dengan Cara Elegan dari Yusril Ihza

Diperbarui: 19 Januari 2024   09:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar Pribadi

            Prof. Yusril, begitu beliau biasa dipanggil. Adalah sosok idola saya semenjak Sekolah Dasar hingga sekarang. Kalau ketemu teman yang anak jurusan hukum terutama Hukum Tata Negara, pasti saya akan bercanda "anak buah Prof Yusril ya?". Entah kenapa, meskipun belum pernah membaca satupun karya beliau. Kemungkinan besar karena sejak kecil sering mendengar pembicaraan tentang beliau di pagi hari menjelang berangkat sekolah sambil makan dan nonton TV di bawah naungan komentar ayah. Plus, stiker partai bulan bintang di lemari warisan kakak hingga saat ini masih lekat menempel.

            Semenjak saya memiliki hak pilih, sekitar tahun 2017-an. Saya memang selalu memimpikan partai PBB yang dikenang sebagai partai titisan Masyumi masuk parlemen. Tentu sosok Yusril Ihza Mahendra (YIM) menjadi sosok sentral yang mewakili wajah partai tersebut. Plus, sayup-sayup terdengar di masa kecil bahwa beliau diantara orang-orang pertama yang menyandang guru besar di bidang ke-Tata Negaraan.

            Kekaguman Saya bertambah ketika sedikit mengetahui sepak terjang Natsir dan Masyumi selama masa kemerdekaan dan Pemilu 1955. Saya jujur saja hanya mengetahuinya dari buku Api Sejarah karya Prof. Ahmad Mansur Suryanegara, Guru Besar Ilmu Sejarah Unpad. Buku dua jilid tersebut saya baca dari perpustakaan pesantren dengan jilid satu berwarna hitam dan jilid dua berwarna merah.

            Julukan YIM sebagai "Natsir Muda" selalu terngiang-ngiang dalam kepala. Terlepas banyak orang yang sekarang mempertanyakan apakah julukan tersebut masih cocok untuk disematkan pada beliau. Secara sejarah terbukti kok kalau beliau menjadi murid langsungnya Natsir. Selebihnya no comment. Yang jelas beliau memang sudah tidak muda, tapi elegan dalam menolak tua.

            Semenjak istilah generasi milenial sering dipakai kemudian sekarang bertambah dengan generasi Z. Saya perhatikan banyak orang tua yang berusaha muda. Terkhusus kalangan politisi yang mencari ceruk suara anak muda. Dari mulai punya Akun Facebook, Youtube, Instagram, sampai terkahir sekarang TikTok.

            Dulu mungkin masih mending lah yak, sekedar megikuti istilah-istilah yang tren. Kemudian berusaha mengikuti fashion yang tren. Sampai sekarang berusaha joged trendi.

            Tapi dalam hal fashion, jujur saja pak Yusril menolak muda dengan elegan. Elegan disini menurut pandagan subjektifitas saya cocok saja begitu. Tidak terlalu loncat gradasi warna atau loncat tangga nada.

            Soalnya suka ada, yang secara usia sudah sepuh. Tapi memaksakan diri dengan memakai sepatu vans, sepatu sneakers, atau sepatu tali warrior ala-ala anak SD. Sayangnya ngga cocok saja keliatannya. Terlihat sekali berusaha ngemuda-mudain dirinya.

            Pak Yusril menurut saya tidak memkasakan. Dengan gaya ala-ala cowboy, ngereman kaya polisi-polisi intel, dan ala-ala casual berupa bahan denim dan sepatu boots. Membuat image beliau ketika di situasi formal yang menuntut berjas atau berbaju koko tidak membentuk gambaran di kepala bahwa bneliau adalah sosok yang formali.

            Entah mungkin karena faktor treatment wajah ya, atau justru mungkin faktor beliau sebagai abang-abang melayu yang terkenal puitis, dramatis nan berkharisma. Seperti halnya Kita lihat pada foto-foto Syahrir, atau Tan Malaka, yang sangat terlihat melayu ala-ala Zainudin dalam film Tenggelamnya Kapal van Der Wick.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline