Lihat ke Halaman Asli

Muklis Puna

TERVERIFIKASI

Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Puisi: Jalan Terakhir untuk Kembali

Diperbarui: 10 Maret 2024   10:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: Pixabay

Tubuh tegap, suara lantang
Empat ratus lebih sayap melekat di jasad
Ribuan tangan menggantung di lengan
Kepala melekat pada telapak kaki,punggung,dan  bahu
Raut  wajah menghentikan degupan jantung
Matanya tajam  menghela  jiwa berpamitan dengan tubuh

Tujuh puluh kali per hari, Dia bertandang di wajahmu  dalam geram dan garang
Dua puluh satu menit sewaktu Ia  mendonggak wajahnya di wajah mu
Lapisan angin dan iman membutakan.matamu

Mengapa Kau lalai kawan?
Sejak  Kau meraung-raung  menatap sadisnya dunia
Napak tilas sudah mulai Kau rintis
Waktu telah menyeretmu menuju hari tak bermalam
Catatan hidup kau lukis dengan tinta kesombongan

Tahukah kawan?
Sang pemikul jiwa berjutai di antara khatulistiwa
Menunggu tetesan warna dari daun kematian yang mengantung di kandil aras
Jalan pulang Kau telusur lewat warna  tumpah dalam cawan kematian

Berapa lama Kau bersenda dalam maya?
Sudah Kau sepakati ketika dalam sulbi
Bagaimana kau melayari bumi tak bersegi?
Telah Kau jawab lewat cara selingkuhi hidup

Mari kawan...!
Bercermin pada malam tak berbayang
Menyimak diri dikeramain  jiwa
Selami luasnya rongga dada membahana
Berteduhlah pada onggokan daging memerah
Rasakan getaran saluran pipa di nadimu


Lhokseumawe,  Maret 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline