Menyendiri di keramaian malam
Kulihat lampu teras bertengkar dengan malam,
Sesekali dicumbu nyamuk - nyamuk nakal
Langit cerah, awan kotak-kotak hinggap di udara
Bintang mengolok-olok bulan
Menyindir jiwa yang bersemayam dalam jasad
Ke pancuran Aku berlari
Ku basuh sebagian jasad ini dengan titisan surga
Aku bersimpuh di atas sajadah kusam
Empat windu sudah Aku mendiami jasadmu
Mana tanda terima kasihmu?
Kapan hakku Kau penuhi?
Mana ikrar yang Kau ucapakan
sejak kita berada di laut lepas?
Waktumu hampir berlalu,
tapi tak satupun janji Kau penuhi
Empat windu sudah berlalu
Kau sibuk dengan pujian
Kau sibuk dengan lembaran setan
Kau sibuk dengan teori- teori yahudi
Kau sibuk dengan pangkat dan jabatan
Padahal Ia tidak bisa melepaskan mu kelak
Dari panasnya hawa yang dihembuskan
Dari pertanyaan yang berlipat dan digandakan
Dari tembaga yang dibakar sampai ke ubun- ubun
Mulutmu kebal dan bebal membaca pesan dari- Nya
Kau…
Menyesal Aku mendiami jasadmu
Saat bumi meludahkan pasir,
Saat manusia berenang di telaga luas
Saat tempayan bergoyang dahsyat
Aku ingin pamit darimu
Tapi Aku bukan milikku
Aku milik-Nya
Sudahlah...
Ku bekap jiwa ini
Karena Kau sedang buta dan tuli
Lhokseumawe, Januari 2024
.