Oleh: Mukhlis, S.Pd, M.Pd.
Suatu ketika penulis diundang untuk menjadi instruktur pada suatu kabupaten/kota. Penulis diminta untuk memberikan materi tentang penulisan soal High Older Thingking Skill (HOTS). Indikator yang diharapkan adalah semua guru dari berbagai disiplin ilmu dapat menulis kisi-kisi soal, kartu soal dan soal. Semua hasil tersebut akan dijadikan sebagai bahan untuk evaluasi ujian pada setiap sekolah yang diundang.
Setiap guru pada saat itu diminta menggunakan laptop sebagai media yang digunakan untuk pelatihan. Kebanyakan dari peserta pelatihan adalah guru yang memiliki usia 40 tahun ke atas. Hanya sedikit yang berada di bawah angka tersebut. Mereka yang jumlah sedikit ini adalah guru-guru yang baru lulus, baik berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) maupun PNS.
Pada saat penyampaian materi sebagai pengetahuan tentang konstruksi, bentuk dan bahasa soal. Suasana masih berlangsung baik-baik saja. Setelah penyajian materi pelatihan dilanjutkan tanya jawab dengan peserta.
Isi tanya jawab berkisar tentang kesulitan-kesulitan yang dialami selama berada di sekolah pada saat diminta menulis soal untuk kebutuhan evaluasi pembelajaran dalam setiap semester.
Pelatihan berlangsung sangat bersahabat, selanjutnya penulis meminta semua peserta untuk mulai berlatih membuat soal High Older Thingking Skill (HOTS) dengan materi yang sudah didapat.
Pelatihan tersebut menggunakan laptop sebagai media pelatihan. Ketika pelatihan sudah berlangsung, rupanya masih banyak di antara guru-guru tersebut yang masih belum mahir dalam mengoperasikan laptop sebagai alat utama menyelesaikan tugas.
Pertanyaan muncul bertebaran melesat dengan cepat. Sangat disayangkan ternyata pertanyaan yang muncul adalah tentang bagaimana membuat folder baru di laptop.
Mendengar pertanyaan tersebut, penulis mulai mulai kelimpungan dalam menghadapi kondisi tersebut. Hal ini karena tujuan awal pelatihan berubah dari membuat soal menjadi kursus komputer secara berjamaah.
Melihat kompetensi informasi dan teknologi yang dimiliki guru-guru Indonesia saat ini yang berusia di atas empat puluh tahun, penulis membayangkan bagaimana kondisi mereka ketika semua administrasi guru berbasis informasi dan teknologi dalam berbagai platforn dan aplikasi.