Oleh: Mukhlis, S.Pd., M.Pd
Setelah Covid-19 mendera dunia selama hampir 3 tahun lebih. Saat itu seluruh aktivitas kerja, pendidikan, bahkan hiburan mati total. Dunia terasa sepi, orang-orang menyepi di rumah masing-masing.
Kontak fisik semacam ada hukum haram yang diterbangkan lewat udara. Semua bandara, sekolah, kantor dan tempat- tempat pelayanan umum sepi digigit suasana. Hanya rumah sakit berserta ambulancenya yang menjerit-jerit mengantar korban Covid-19.
Selama tiga tahun tersebut, bumi seperti direstat ulang. Pelan - pelan tombol power mulai dihidupkan. Orang-orang mulai berkerja dari rumah dengan mengandalkan teknologi yang begitu pesat melanda negeri. Para pekerja mulai beralih dari cara cara manual ke cara-cara yang menggunakan Artifisial Intelegensi (AI) kehadiran di tempat kerja bukan lagi tuntutan, namun pekerjaan dan tugas yang dikirimkan ke rumah masing -masing.
Pada tingkat sekolah juga mengalami peristiwa yang sama. Terdapat sekolah- sekolah yang sempat terjadi learning loss. Dampak yang dimunculkan sangat luar biasa dari peristiwa kesehatan yang menyerang secara sporadis seluruh dunia. Pemerintah melalui Menteri Pendidikan Riset dan Teknologi (Memfikbudristek) tidak kehabisan akal menghadapi hal tersebut. 'Tak ada rotan akar pun jadi"
Nampaknya pepatah tersebut sangat cocok pada kondisi seperti itu. Pembelajaran yang menjadi andalan Universitas Terbuka (UT) dalam melangsungkan perkuliahan dijadikan sebagai alasan. Walaupun tanpa pertemuan secara langsung, namun sistem pembelajaran tetap berlangsung. Berbagai aplikasi muncul untuk menjawab tantangan tersebut.
Adapun aplikasi yang muncul mulai dari Zoom, Google Classroom, dan lain -lain yang bisa digunakan mulai untuk pembelajaran, rapat, bahkan berbagai pelatihan yang telah membantu guru, pekerja untuk menjalankan segala rutinitas pada saat tersebut.
Waktu terus berputar, kondisi kesehatan masyarakat mulai membaik. Aktivitas sekolah sudah normal. Masyarakat mulai melakukan aktivitas seperti biasa, masker penutup wajah dan segala macam cairan pembersih tangan mulai ditinggalkan. Akan tetapi, sistem pembelajaran jarak- jauh, rapat , dan pelatihan - pelatihan secara daring tetap berlangsung sampai hari ini.
Dahulu, sebelum negeri ini dilanda wabah yang menghebohkan dunia, pemerintah selalu mengalokasikan dana dan waktu serta tenaga ahli untuk memberikan pelatihan secara tatap muka. Hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan kompetensi para guru dan tenaga kependidikan ke arah yang lebih baik.
Ini sesuai dengan ciri -ciri yang dimiliki oleh kata profesional. Artinya, profesional hanya dapat dicapai dengan pelatihan - pelatihan yang rutin dan terstruktur. Setelah melihat dampak yang dimunculkan oleh pelatihan secara daring, pihak pemerintah dan swasta merasa mendapatkan kemudahan yang luar biasa.