Lihat ke Halaman Asli

Muklis Puna

TERVERIFIKASI

Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Pantun, Ciri-ciri, Jenis, dan Bentuk

Diperbarui: 9 Desember 2023   19:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: Pixabay 

Oleh: Mukhlis, S.Pd.,M.Pd.

Pantun merupakan salah satu bahagian dari karya sastra lama yang mengandung nilai agama, nasihat, sindiran (olok-olok) dan hiburan serta mengandung kata-kata yang romantis. Ditinjau dari segi bentuk, pantun hampir sama dengan syair. Bentuk pantun terdiri atas empat baris sebait, akan tetapi yang membedakan dengan syair adalah pada sampiran dan isi.

Bentuk baris satu dan dua dalam pantun adalah sampiran sedangkan baris tiga dan empat merupakan isi dari pantun. Akan tetapi, dalam syair tidak mengenal bentuk seperti itu. Walaupun berbeda dari segi bentuk, tetapi kedua bentuk tersebut tetap mengutarakan masalah agama, nasihat, dan masalah romantis.

Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah sering terjadi salah penafsiran antara pengertian pantun dan syair. Kesalahan ini disebabkan dalam memberikan pengertian guru dan siswa selalu mengacu pada bentuk dari karya sastra tersebut bukan pada ciri-ciri yang dimilikinya. 

Menurut Fang (1993:197) "Pantun pada mulanya senandung atau puisi rakyat yang dinyanyikan" pengertian ini memberi gambaran bahwa pantun sudah sejak dulu dikenal dan berada dalam kehidupan masyarakat terutama di wilayah nusantara.

Hal lain yang dapat dipahami dari pengertian di atas adalah ternyata pantun juga dapat digolongkan dalam puisi yang mengutamakan keindahan bunyi bahasa dan mengandung makna yang dalam. Puisi yang dimaksud di sini adalah puisi lama yang masih diikat oleh aturan-aturan tertentu. Sejalan dengan hal di atas,

 Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang secara luas dikenal di tanah air Indonesia. Pantun pada awalnya merupakan sastra lisan, tetapi sekarang banyak dijumpai pantun dalam bentuk tulisan. 

Hidayati (2007:1) Maksud sastra lisan dalam pengertian tersebut adalah pada zaman dulu orang sering menggunakan pantun secara lisan, jika ada kegiatan yang berhubungan dengan budaya-budaya masyarakat. Jadi, setiap ada kegiatan yang berhubungan dengan budaya, misalnya acara pinangan dan pembukaan  acara kemasyarakatan selalu ada kegiatan berbalas pantun.

Pantun yang dibaca pada saat seperti itu tidak secara tertulis, akan tetapi langsung diucapkan secara lisan. Bahkan pada zaman dulu orang dinyatakan cerdas kalau sanggup berpantun dengan baik sehingga orang lain terkagum-kagum. Selain itu, pada saat itu setiap orator atau pembicara dituntut harus dapat berpantun dengan baik.

 Dengan demikian, pantun pada awal awal kemunculannya merupakan media pemikat bagi orang yang mendengarkannya, pendengar hanya mengandalkan kemampuan menyimak dalam hal ini. Hal inilah yang menyebabkan pantun dianggap sebagai sastra lisan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline