Wajahnya garang bagai singa kelaparan
Kukunya baru tumbuh, ketika raungan meriam diam
Mengaku menelan puluhan musuh ketika rusuh
Padahal mengembara jauh ke negeri seberang bekerja sebagai antek musuh
Retorika perjuangan berapi- api menghipnotis pemuda lugu yang belagu
Dulu, ketika para bayi merenggang nyawa di pangkuan ibunya,
Ketika para gadis dicabut keperawanan di depan ayah kandungnya
Ketika para ayah dicium peluru panas dengan bertelanjang dada di depan anaknya
Ketika ibu hamil dibedah perutnya oleh musuh dengan bayonet
Ketika rumah. meunasah dan mesjid jadi api unggun,
Dia tersenyum sinis sambil merayakan kemenangan dalam batinnya.
Topan badai sudah berlalu
Dia tak punya malu mengaku sebagai penghubung
Mulutnya bau, nafasnya bagaikan nafas naga
Sekarang dia perlente bagai bunga bangkai di pinggir jamban
Dia kini menjelma seperi burung pemakai bangkai
Merasa sudah berbuat lebih untuk sebuah prahara yang berlalu.
Sekarang pulang datang mendulang hasil pejuang sejati yang tak pernah lekang
Ternyata keberaniannya bersembunyi dibalik dinding kesopanan telah menjadikan dirinya raja.
Sabarlah para pejuang sejati, karena engkau telah menjadikan dirimu lilin
Lhokseumawe, Desember 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H