Lihat ke Halaman Asli

Muklis Puna

TERVERIFIKASI

Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Mengapa Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Memunculkan Dilema?

Diperbarui: 1 Desember 2023   08:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi penambahan kuota untuk SMA/SMK di Jateng. Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng

Oleh: Mukhlis,S.Pd..M.Pd 

"Tuntutlah Ilmu Sampai ke Negeri China",


Hadist  di atas,  kini tidak  dapat lagi direalisasikan pada kehidupan belajar. Hal ini jika dirujuk pada keputusan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 51 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) untuk tahun ajaran 2019/2020. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menegaskan bahwa PPDB tahun 2019 merupakan bentuk peneguhan dan penyempurnaan dari sistem zonasi yang sudah dikembangkan. Sekilas peraturan ini bertujuan menciptakan pemerataan kesempatan belajar- mengajar dari warga sekolah yang ada.

Penulis tidak menafikan bahwa setiap keputusan sebelum di SK -kan sudah melewati kajian  mendalam dan melibatkan pakar pendidikan yang mumpuni. Namun yang menjadi pertanyaan besar adalah mengapa hal ini hanya  diberlakukan pada sekolah sekolah umum semisal  Sekolah Menengah Atas ( SMA).

 Agar tulisan ini lebih berhaluan mengikuti alur pikir pembaca,penulis mencoba membuka tabir ini dengan opini" Sebaiknya Pemerintah harus menata ulang proses zonasi sekolah yang sudah berlangsung  sejak beberapa bulan terakhir".


Sebagaimana diketahui publik bahwa tujuan utama pendidikan nasional secara eksplisit adalah memanusiakan manusia. Maksudnya menjadikan manusia dari tidak berkarakter menjadi manusia seutuhnya. Manusia seutuhnya adalah manusia yang mampu melanjutkan tugasnya sebagai khalifah dalam mengisi pembangunan sesuai dengan tujuan para pendiri negeri (founder of the country). 

Bagaimana hal tersebut  dapat terwujud, jika pendidikan berada dalam kotak nyaman yang jauh dari kekuatan kosmopolit dan heterogen.  Bukankah manusia berperadaban adalah manusia yang berkumpul pada satu tempat atau wadah  yang masyarakatnya berasal dari berbagai latar belakang  dan pola pikir berbeda   memunculkan sebuah budaya modern?

Mengikuti perkembangan zonasi sekolah yang digaungkan pemerintah, telah menimbulkan kesenjangan belajar  dan kesenjangan sosial dalam dunia pendidikan hari ini. Carut -marut proses Penerimaan Peserta Didik Baru  (PPDB) di kota - kota besar menghiasi media masa dan media sosial. Betapa orang  tua siswa  bersusah-susah berdesak desakan  menanti berkas  anaknya yang  diambil  panitia  penerimaan siswa  baru.

 Kadangkala setelah mandi  keringat  di bawah  busuran  matahari tidak  sedikit  yang  merasa kecewa.  Fenomenal seperti ini baru  kali  ini  terjadi dalam  proses pendidikan kita. Memang betul sebuah hal  baru  menuai kontroversi,  tapi  tidak menjadi  polemik  dalam  kehidupan berbangsa dan bernegara  khususnya  dalam bidang  pendidikan.  

Dalam  konteks lain  membangun  bangsa ke depan  adalah  seyogyanya membangun sistem pendidikan yang  lebih  manusiawi dan  bermartabat  dengan  tidak mencederai  pendidikan  itu  sendiri sebagai  rahim kemajuan  suatu bangsa.  Penyamarataan  kualias pendidikan  yang digadang -gadang selama  ini  hampir salah kaprah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline