"Kalau Ingin Anakmu Cerdas, Ajarkan Ia Sastra" Saidina Ali
Selama 12 tahun lebih, penulis mengajarkan mata kuliah Metode Penelitian di Sebuah Universitas Swasta terkemuka di bumi Serambi Mekah (Aceh) Selama masa tersebut tentunya sedikit banyak mengetahui tentang bentuk, pendekatan dan jenis penelitian yang diajarkan kepada mahasiswa.
Secara umum jenis penelitian yang dipelajari di perguruan tinggi adalah penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Masing- masing penelitian tersebut punya karakter dan bagian tersendiri tergantung pada pendekatan yang diambil oleh mahasiswa.
Pengalaman penulis, dari sekian banyak jenis pendekatan kualitatif, penelitian sastra termasuk penelitian yang kurang diminati oleh mahasiswa. Ketika diberi kesempatan untuk menyusun proposal penelitian sebagai tugas matakuliah.
Mereka rata - rata memilih pendekatan kualitatif yang bergerak di bidang pendidikan dan kebahasaan. Ini berbanding terbalik dengan jumlah tabulasi mata kuliah sastra yang mereka pelajari.
Pada waktu penyusunan silabus matakuliah, sastra diberikan lebih dari 30 persen dari jumlah matakuliah, baik yang berhubungan dengan pendidikan, bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah.
Tabulasi mata kuliah sastra sebanyak 30 persen lebih merupakan suatu peluang bagi mahasiswa untuk mengulik bagaimana perkembangan sastra Nusantara, baik sastra lisan maupun tulisan atau bahkan sastra daerah.
Sastra daerah pun di negeri ini mempunyai bentuk yang khas dari berbagai daerah. Hal inilah yang disebut dengan kekayaan budaya nusantara.
Berdasarkan uraian di atas, penulis melihat kurangnya motivasi mahasiswa untuk melakukan riset tentang sastra.
Kemudian untuk menjawab rasa penasaran, penulis mencoba menguak tabir mengapa satra tidak mau dijadikan sebagai objek penelitian oleh mahasiswa yang rata rata disi oleh generasi Z.