Oleh: Mukhlis, S.Pd., M.Pd.
Tulisan ini dihasilkan dari pengalaman penulis ketika bergelut dengan dunia maya khususnya berkaitan dengan postingan karya sastra. Dengan kata lain, penulis mencoba menguraikan tentang eksitensi penyair yang ada dalam dunia maya.
Penulis membuka lorong gelap ini lewat pengalaman ketika lagi asik- asiknya menulis dan membaca puisi pada saat masih mengenyam pendidikan SMA. Penulis menyadari bahwa untuk mampu menulis puisi dengan benar, seseorang harus banyak membaca karya penulis hebat atau penyair nasional. Bagi penulis, puisi yang bermuntu dan bernuasa dibuat kliping dipajang di kamar, bahkan penulis tidak segan-segan menghafal setiap deretan bait dari puisi tersebut.
Pengalaman di atas, membuktikan bahwa betapa sulit dan rumitnya pada masa itu untuk mengasumsi sebuah puisi. Selanjutnya, penyair pada masa itu terlalu sulit untuk berkomunikasi kecuali lewat rubrik yang disediakan media.
Penyair media cetak pada masa itu sering menyimpan dalam brangkas sastra dengan gembok baja agar tak diketahui pembaca sebelum dimuat media. Untuk sebuah puisi dari penyair idola harus ditunggu berminggu -minggu baru bisa dinikmati kembali. Hal ini dipengaruhi banyaknya daftar tungggu ( list wait) dari media cetak. Ketentuan dan prasyarat berliku bagai replika jalan di negeri ini.
Dengan jumlah rupiah yang diincar penyair, maka munculah keberagaman dan kerativitas dalam berkarya..
Penulis memandu tulisan ini dengan pertanyaan siapa penyair dunia maya ? Bagaimana karya yang dihasilkan? Bagaimana pula finansial yang didapat dari setiap karya yang diposting? Penyair dunia maya adalah siapa saja baik individu maupun kelompok dengan status beragam yang diberkahi jiwa luhur dalam memehami segala fenomena dunia yang ditanggapi dalam bentuk sastra. Lewat puisi yang diposting, diakui atau tidak mereka telah menjalin silaturahmi secara global menembus ruang dan waktu.
Ketika sebuah puisi diposting mereka tidak perlu menunggu atau antre di kantor pos menunggu wesel atau telegram. Namun dalam dunia maya hal seperti itu sudah dirampas oleh arus informasi dan perkembangan teknologi. Selanjutnya, dari segi hasil karya yang dihasilkan juga sangat berkelas, tidak jauh beda dengan karya para penyair.media cetak..
Padahal kalau ditanya apakah.penyair dunia maya ( cyber Sastra) tidak mengerti khasanah sastra? Ini pertanyaan yang sukar dijawab , hampir semua karya yang di posting sudah memenuhi kriteria yang ada dalam ilmu sastra. Akan tetapi yang jadi masalah sekarang apakah penyair dunia s maya ( Cyber sastra) tidak layak berpuisi ria melepas penat di jiwa lewat untain bahasa yang mengayuh jiwa?
Ditinjau dari segi penciptaan puisi dunia maya hanya berlangsung dalam rentng singkat. Mungkin perlu pembenahan kepada penyair. dunia maya (cyber sastra) bahwa lahirnya sebuah puisi butuh kematangan. Mari kita lihat puisi Sang legendaris kita Taufik Ismail lewat puisi Malu Aku Jadi Orang Indonesia (MAJOI) Beliau membutuhkan waktu tiga bulan untuk menulis puisi ini dan mendapat sambutan yang luar biasa.. Kembali kepada karya penyair dunia maya (cyber sastra) , setiap postingan puisi di dunia maya tentu mendapat komentar dan pencerahan dari teman penyair.
Ini pembelajaran massal tak ada meja kuliah dan buku seperti dunia nyata. Setiap postingan mereka selalu minta dikupas secara lugas agar mereka bisa belajar. Inilah yang penulis kagumi dari penyair dunia maya ( cyber sastra) . Dalam membelanjakan penyair dunia maya (cyber sastra) terhadap sastra telah menarik minat para pengkaji dan pemerhati sastra tanah air ikut memberikan masukan dan kupasan terhadap karya penyair dunia maya.