Oleh: Mukhlis, S.Pd., M.Pd
Dari Sabang sampai Merauke koruptor berdiri di jalan negara
Matanya tajam bagai elang mengintai ayan dipelukan induknya
Sedikit saja lengah, tangan bak kilat menyambar brangkas
Fatwa haram mengental dalam darah, tapi tak dipompa menembus benak
Mengangkang di atas kursi melingkar
Mencabut satu persatu lembaran dalam tabungan negara
Laporan syetan menguap di atas tumpukan kertas bermarerai
saban bulan studi banding ke pejuru negeri,
Entah apa yang dibandingkan, dan entah untuk apa dibandingkan
Dari sabang sampai Merauke berderet gubug reot dihuni para jelata
Jagunnya naik turun menelan ludah mencium aroma dapur menyatu
Bau farfum bermerek menerbangkan pelepah gubug tak berpenyangga
Penyamun negeri berkonspirasi dengan maling
Ketika salah berfatwa mengadu pada iblis
Ketika banjir menggotong gubug para maling menyisihkan secuil hasil curian
Dari Sabang sampai Meuroke
Para koruptor sumpek berdesak- sesak antre mengembosi negeri
Blangkon di dada berbagai dijadikan stempel dalam merampok
Mereka makan aspal, semen, pasir, besi bahkan sampai rel kereta api
Mereka juga minum pertamak, premuim dan pertalite
Dari Sabang sampai Merauke berjajar maling- maling
Sambung menyambung berketurunan, hingga negeri pengap dengan korupsi
Lhokseumawe, November 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H