Lihat ke Halaman Asli

Muklis Puna

TERVERIFIKASI

Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Kemanakah Sastra Kita Berkiblat?

Diperbarui: 27 November 2023   07:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh: Mukhlis, S.Pd., M.Pd. 

Pertanyaaan pada judul esai di atas mengandung jawaban bercabang.Dilihat dari pertanyaan tersebut sudah pasti menuai kontroversi di antara pemerhati sastra di Indonesia.Terdapat dua jawaban dapat dilihat kasat mata, yaitu sastra berkiblat ke Eropa dan kedua ke Timur Tengah. Kedua kiblat tersebut masing-masing mempunyai referensi yang berbeda. Hal ini dapat dilihat dari literasi, pakar dan rujukan yang berlawanan antara kedua kiblat.

Kita mulai dari kilblat sastra yang mengarah ke Eropa. Sejak munculnya peradaban sastra Indonesia ditandai dengan angkatan pujangga lama sekitar tahun 1920 sampai 1930. Pada periode ini muncullah tokoh sekelas Marah Rusli dengan novel lengendaris , Siti Nurbaya. Kisah novel ini masih membekas dalam benak para pencinta sastra Indonesia. Novel mengeritik budaya kawin paksa yang ada dalam masyarakat Minangkabau.

Ketika pujangga lama, penjajahan Belanda masih mendominasi di tanah air, kebanyakan para sastrawan kita membaca literasi sastra dari Belanda atau Eropa lainnya. Pengaruh penjajahan dalam periode ini telah mewarnai wajah sastra Indonesia. Kajian kajian Profesor A Teuw yang berkebangsaan Belanda memberi sinyal tentang kiblat sastra indonesia pada masa 1945. Penyuka dan pengkaji puisi -puisi Amir Hamzah sangat mempengaruhi pola pikir para sassastrawan kita. Kehadiran A. Tew di tanah jawa mengumpulkan literasi kuno telah mempengaruhi cara berpikir, bersilkap dalam memahami dan menulis genre sastra. Nah hal lain yang menonjol pada periode ini adalah aliran yang dianut masih berkutat pada romantisme dan idealisme. Bukankah kedua aliran ini termasuk kedalam aliran sastra yang ada dalam sastra bara?

Dengan demikian membuktikan bahwa sastra Indonesia pada masa penjajahan sudah mulai mengekor pada sastra barat. Ada kisah menarik dari seorang Khairil Anwar sebagai tokoh kita. Ketika ia menyelinap secara diam -- diam di sebuah perpustakaan mencuri sebuah buku. Dengan semangat berapi- api ia buka buku tersebut ketika berada di luar perpustakaan. Ia membathin, inilah buku sastra terhebat dari belanda yang diidam- idamkan selama ini. Akan tetapi,alangkah terkejutnya dia, ketika dibuka ternyata bukan buku yang diincarnya, melainkan sebuah kitab suci suatu agama.

Dalam perjalanan karir sastranya Khairil Anwar, Rifain Afin, dan Asrul Sani selalu menyerap teori dan kajian sastra dari bahasa Inggris dan bahasa belanda. Selanjutnya, sampai hari ini para dosen dan professor sastra Indonesia yang menjadi agen ilmu pengetahuan juga masih memuja alira-aliran barat seperti aliran Romantic, strukturalisme, dan alirn Marxisme dalam mengkaji dan menilai sebuah karya. Ada juga aliran formalism dari Rusia yang telah mendokrinisasi pemikiran para ilmuan sastra di indonesia.

Lalu bagaimana dengan kiblat sastra yang mengarah ke Timur Tengah? Seperti dikemukan di awal esai ini bahwa lain padang lain belalang, lain lubug lain ikannya. Sastra yang berkiblat ke Timur Tengah secara umum dipengaruhi oleh sastra melayu klasik. Sastra melayu notabene nya menyampaikan nasihat dan pesan pesan agama, baik dalam mengatur manusia dengan manusia ataupun manusia dengan Allah sang pencipta.

Kita tidak bisa menafikan bahwa bahasa sastra yang berasal dari Arab ini menggunakan Alquran dan Hadis sebagai sumber dalam menyampaikan semua pengalaman bathianiah. Muncullah penyair penyair Islam yang dikenal dunia seperti

Muhammad Qosim Al-Harisi,Jalaluddin Arrumi (Persi) dan Omar Khayyam. Di Asia Tenggara muncul Hamzah Fansuri dan Wali songo dengan karya yang luar biasa.

Para penyair Islam telah menjadikan sastra dalam berbagai genre sebagai media dakwah untuk mengajak pada kebajikan. Bahasa yang digunakan oleh penyair penyair Islam sangat estetik, karena mereka mengangkat dan terispirasi dari bahasa Alquran yang mempunyai nilai esteitka sastra tingkat tinggi. Untuk membuktikan bahwa bahasa Alquran punya nilai sastra tertinggi di antara bahasa lain, penulis mengutip salah satu ayat suci Alquran sebagai berikut,

:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline