Kasus pelanggaran HAM selalu menjadi perhatian masyarakat. Bahkan semua yang melanggar kebebasan seseorang dinilai melanggar HAM. Kondisi ini mengingatkan pada mencuatnya isu kebebasan dan hak hak dasar manusia yang pernah menjadi ikon kosmologi pada abad ke-18. Pada dasarnya HAM adalah hak yang melekat pada diri setiap manusiasejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai HAM. Dalam penjelasan umum Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yang menyatakan bahwa sejarah bangsa Indonesia hingga kini mencatat berbagai penderitaan, kesengsaraan dan kesenjangan sosial, yang disebabkan oleh perilaku yang tidak adil dan diskriminatif atas dasar etnis, ras, warna, kulit, budaya, bahasa, agama, golongan, jenis kelamin, dan status sosial yang lain. Perilaku tidak adil dan diskriminatif tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia. baik yang bersifat vertikal (dilakukan oleh aparat negara terhadap warga negara atau sebaliknya) maupun horizontal (antar warga negara sendiri) dan tidak sedikit yang masuk kategori pelanggaran hak asasi manusia yang berat (grossviolation of human rights).
Penegakan HAM di Indonesia masih sangat-sangat lemah dalam kasus penanganan dan penegakan HAM. Negeri ini masih menangis menjerit mencari apa yang dinamakan dengan sebuah keadilan yang nyata, sangat sulit mencari keadilan di negara hukum ini. Berbagai peraturan dan undang-undang yang dibuat dalam penanganan HAM seolah-olah tak berguna dan berarti. Undang-undang yang dibuat selama ini tidak menjamin keamanan dan keadilan bagi masyarakat indonesia yang selama ini mencari sebuah kebenaran dan keadilan. Sebenarnya apa yaang salah dalam penanganan pelanggaran HAM di negeri ini, tengok saja beberapa tahun silam banyak sekali berbagai kasus kelam pelanggaran HAM merajalela di negeri hukum ini seperti Kasus-kasus pelanggaran HAM pada periode 1998 – 2011, diantaranya : Kasus Semanggi I dan II, Trisakti ( Tahun 1998 ), Kasus Poso ( Tahun 1998 ), Kasus Ambon ( Tahun 1999 ), Kasus Sampit ( Tahun 2001 ), Kasus Ahmadiyah ( Tahun 2007 – 2008 ), Kasus pelarangan pendirian rumah ibadah Ahmadiyah ( 2009 – 2010 ), Kasus Prita Mulyasari ( Tahun 2010 – 2011 ).
Kasus penggilangan secara paksa seperti kasus Munir, Wijhi tukul dan masih banyak yang lainnya kasusunya tidak tuntas dan berhenti begitu saja. Siapa yang seharusnya bertanggung jawab atas kasus semua ini, bahkan di zaman dewasa ini banyak sekali kasus-kasus baru yang terus bermunculan bahkan anak-anak pun sekarang menjadi salah satu obyek yang diperlakukan tidak selaknya manusia. Dimana hati nurani manusia di negeri ini apakah sudah tidak ada lagi yang namanya hidup penuh kedamaian dan keadilan. Kontroversi HAM di negeri ini sudah menjadi obyek topik dalam pertemuan PBB, sungguh ini sebuah ancaman yang sangat serius, negeri ini perlu berbenah dalam sistem penegakan dan penanganan HAM. Berbagai kasusu pelanggaran HAM ahrus segera terselesaikan agar tidak timbul masalah di kemudian hari, dan kasus-kasus yang sudah terjadi seyogyanya bisa dipakai untuk belajar dan berbenah meperbaiki sistem penanganan kasus pelanggaran HAM. Sudah selayaknya kita belajar dari negara lain yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan demi tercapainya keadilan. Banyak sekali yang harus dibenahi agar kontroversi HAM di indonesia bisa terhentti dan menjadi negara yang menjunjung tinggi keadilan dan kemanusiaan yang sesungguhnya.
Namun demikian dalam era reformasi ini telah berhasil disusun instrumen-instrumen penegakan HAM. Diantaranya amandemen UUD 1945 yang kemudian memasukkan HAM dalam Bab tersendiri dengan pasal-pasal yang menyebutkan HAM secara lebih detail. Selain amandemen UUD 1945 juga ditetapkannya Ketetapan MPR RI No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia yang menugaskan kepada lembaga lembaga tinggi negara dan seluruh aparatur pemerintah untuk menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan pemahaman mengenai HAM kepada seluruh masyarakat. UUD 1945 juga menugaskan kepada Presiden RI dan DPR RI untuk meratifikasi berbagai instrumen PBB tentang HAM sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45 dan diudangkannya Undang Undang RI No 09 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan Undang Undang RI No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia serta memperkuat posisi Komnas HAM yang dibentuk sebelumnya. Berdasarkan Keppres. No 50 Tahun 1993 Tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, serta diundangkannya Undang Undang RI No 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Namun tetap saja masih butuh perbaikan di semua sistem agar semuanya dapat berjalan dengan lancar dan dapat mengurangi pelanggaran HAM dan berharap tidak akan ada lagi kasus semacam ini di masa yang akan datang. Dengan perbaikan sistemnya sudah tentu hukuman bagi pelanggar HAM juga harus diperberat dan tentunya dituntaskan agar tidak menjadi kontroversi. Sudah cukup negeri ini malu dengan konroversi penanganan kasus HAM nya kini seua elemen pemerintah dan masyarakat harus bersatu untuk menuntaskan kasus dan mengawal kasus tersebut hingga kasus pelanggaran HAM terselesaikan dan menghindari dari sebuh kontroversi. Indonesia adlah negara hukum oleh karena itu seluruh masyarakatnya wajib mendapatkan keamanan dan keadilan yang utuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H