Lihat ke Halaman Asli

Judulnya Lupa

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Lihatlah,

Kehidupan ini begitu indah, bukan?

ada gelap

juga terang

masing-masing dari mereka berperan

melengkapi Kehidupan

Tapi ingatkah,

bahwa kita sedang lupa?

Mungkin, kita terlalu lama tenggelam

di masa yang kini

hingga lupa

bagaimana harus merangkak naik

menuju keutuhan: tempat paling tinggi

Mungkin, kita terlalu asyik bermain-main

di masa yang kini

hingga lupa

pada kenangan-kenangan purba

yang menuntun kita, di sepanjang perjalanan

Mungkin, kita terlalu terlena

pada zaman yang kini

hingga lupa

bagamana dahulu

dengan tabah Sang Guru mengajarkan

pesan demi pesan rahasia Kehidupan

Mungkin, kita terlalu terbuai

di zaman yang tak punya hati

hingga lupa

pada segala yang diajarkan Kehidupan

Mungkin, kita terlalu jauh pergi

di peradaban yang entah mana

hingga lupa

bagaimana cara pulang

ke rumah, yang dahulu telah kita rajut

Mungkin, kita terlalu serakah melangkah

hingga lupa

bagamana cara menginjak bumi yang benar

Mungkin, kita terlalu munafik melihat

hingga lupa

bagaimana cara menatap langit yang jujur

Mungkin, kita terlalu sibuk

mengatur isi bumi: rumah mimpi

hingga lupa

pada pagi—yang bernama ajal—

yang pasti datang.

Lalu Ia mengirim firman,

“...ketika engkau Kubangunkan esok pagi,

sapalah Aku

dengan sebaris puisi...”

Itulah sebabnya,

kutulis “sebaris” puisi ini.

Barangkali

—atau mungkin,—

ini hanyalah puisi tentang lupa

yang mengingatkan

Mari kita mengingat kembali.

Mungkin, kita terlalu keterlaluan

hingga terlalu

kurang waspada

pada segala waktu

Mungkin, kita terlalu buta

hingga ayat-ayatNya

tak mampu kita baca

Mungkin, kita terlalu tuli

hingga firmanNya

tak lagi kita dengar

Mungkin, karena hilang ingatan

kita melupakan segalanya

tentang bagaimana cara

menyapaNya

dengan cinta yang setara dengan cintaNya

Apakah kita memandang

bahwa kita telah gila?

yang hanya sekadar mempersoalkan

tentang lupa atau ingat,

bahwa kita terlalu berat menafsir

setiap detik masa

di Kehidupan?

Tidak, kita salah terka.

kita tidak sedang gila,

juga tidak sedang menggurui

dengan kata.

kita hanya sekadar memberi

kepada kita

yang membutuhkan.

dan hanya ini

yang bisa kita berikan

kepada kita yang—mungkin—sedang lupa

Mungkin, kita terlalu lupa

di masa yang lupa

hingga tak lagi dapat mengingat

bagaimana dahulu

kita senantiasa ingat, pada Yang tak pernah lupa

Mungkin, kita terlalu lalai

di sepanjang waktu

hingga lupa, lupa, dan lupa

menjamuri seluruh waktu

Sudah ingatkah kita? Ataukah masih terlalu lupa?

Atau jangan-jangan pura-pura lupa?

Cobalah ingat-ingat kembali

ingatan-ingatan itu

ke mana perginya?

Ah, barangkali kita

juga lupa judulnya

ataukah memang judulnya lupa?

Tentang lupa-lupa itu semua, lupakan!

dan semoga lupa

hanya ada

di negeri mimpi

Malang, 05.02.2015

Em Ef

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline