Lihat ke Halaman Asli

Mukhammad Aufal Ahdi

Pelajar/Mahasiswa/UIN Walisongo Semarang

Berakhlak di Tengah Era Globalisasi

Diperbarui: 27 November 2022   22:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saat ini dunia tengah berada dalam fase perkembangan globalisasi yang sangat melesat dan hampir masuk dalam semua aspek kehidupan. Pola kehidupan manusia pun turut berubah seiring dengan perubahan zaman.

Fase perkembangan globalisasi ini juga turut melahirkan suatu inovasi baru yaitu munculnya revolusi industri 4.0, yang identik dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih dan semua hal telah dimodernisasi mulai dari industri ekonomi, sosial, politik, pendidikan, dsb.

Di era industri 4.0 manusia dituntut untuk memiliki kemampuan spesialis secara tajam, yang pada akhirnya juga membawa manusia kepada pola hidup materialistis dan runtuhnya arti kehidupan yang hakiki. Akibatnya, secara psikis mereka sangat rapuh, tak mampu menghadapi berbagai godaan dan rayuan kehidupan duniawi yang penuh glamor bagaikan fatamorgana; kelihatannya bagus dan menjanjikan padahal sebenarnya hanya tipuan belaka.

Para pakar pendidikan khawatir, nilai-nilai luhur nenek moyang mereka akan semakin dilupakan. Faktanya, semakin banyak pemuda yang selalu update dengan teknolgi, akan tetapi mereka tidak memiliki perilaku yang baik. Alhasil, sikap negatif mereka sering nampak saat berinteraksi di dunia maya.

Itulah dampak negatif arus globalisasi yang meskipun memiliki nilai-nilai positif, seperti peningkatan kompetisi antar warga dalam meraih kehidupan yang lebih sejahtera. Ternyata di sisi lain juga membawa nilai-nilai negatif, salah satunya adalah sikap materialistis dan hedonis yang amat menonjol ketimbang nilai-nilai humanis yang santun dan persuasif.

Banyak para lulusan (produk pendidikan) kita memang memiliki ilmu yang cukup dan cemerlang secara akal, tetapi kosong dari kepribadian dan keluhuran akhlak. Jadi, tidak aneh apabila dari kalangan kita banyak yang tidak memiliki prilaku yang baik.

Tidak dapat dibayangkan, betapa besarnya bencana yang akan menimpa kehidupan di muka bumi. Bilamana dunia ini dikuasai oleh orang-orang yang tidak mempunyai perilaku yang baik.

Dari berbagai kejadian atau kerusakan yang terjadi di alam ini, maka barulah saya paham apa yang dikatakan Ahmad Syauqi, seoarang pakar pendidikan dari Mesir, yang dikutip dari buku “tafsir qur’ani ”. Ia pernah berucap dalam syairnya yang cukup populer “Sungguh jati diri suatu bangsa adalah akhlaknya. Manakala akhlaknya merosot, maka leburlah bangsa itu”.

Oleh karena itu, satu-satunya jalan untuk menyelamatkan bangsa ini dari berbagai perubahan globalisasi ialah melalui pendidikan karakter, yang dalam konsep Islam disebut pendidikan akhlak. Sebab semua permasalahan itu bersumber dari lemahnya pendidikan akhlak, sehingga mengakibatkan kerusakan di dalam berbagai lini kehidupan.

Pendidikan karakter (akhlak) dapat diandalkan dalam menyelamatkan kehidupan umat, baik secara individu, berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta membangun peradaban yang manusiawi. Hal ini disebabkan, watak pendidikan akhlak ini bertumpu pada penyadaran manusia terhadap jati dirinya sebagai makhluk Allah yang lemah dan tidak berdaya sedikitpun di hadapan kekuasaan yang maha kuasa.

Dengan begitu, nafsu hewani yang berperan sebagai generator penggerak dalam diri mereka akan berubah ke tingkat manusiawi yang humanis, selalu berfikir positif dan berperilaku yang baik. Kondisi inilah yang akan tercipta dengan adanya pendidikan karakter (akhlak).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline