Lihat ke Halaman Asli

Membaca Prasyarat Manusia Merdeka

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

[caption id="attachment_132478" align="aligncenter" width="295" caption="balitapun membaca (sumber: http://fianblog.wordpress.com/2010/12/27/luangkan-waktu-untuk-membaca/)"][/caption] Ayat pembebasan pertama yang diturunkan Allah swt kepada nabi Muhammad adalah perintah Iqra, perintah membaca. Dengan membaca manusia merdeka, merdeka dari kegelapan, merdeka dari ketidaktahuan, merdeka dari kebodohan dan pembodohan. Mereka yang mampu membaca tidak akan mudah dibohongi apalagi dibodohi. Termasuk kemampuan membaca lingkungan dan perubahan-perubahan yang tengah terjadi. Mereka yang gagal membaca kondisi akan mudah terombang ambing situasi dan akhirnya salah mengambil keputusan terbaik untuk dirinya. Kalau kita ingat bagaimana Pearl Harbor porak poranda oleh pasukan Jepang. Kita akan melihat disana, ketidakmampuan pasukan Amerika membaca negosiasi macam apa yang tengah dilakukan oleh Jepang, menyebabkan mereka sama sekali tidak menyadari bahwa bahaya tengah mengancam. Saat itu sang Jendral mengatakan dengan yakin kepada pasukannya,”tidak mungkin Jepang akan menyerang, kini mereka tengah bernegosiasi”. Meski ada diantara prajurit yang meyakinkan pada sang jendral dan pasukannya bahwa ada keanehan-keanehan dari negosiasi Jepang ini, sang Jendral tetap tidak percaya bahwa Jepang akan menyerang sampai akhirnya mereka terperangah dengan serangan Jepang yang bertubi-tubi di pagi hari. Di Indonesia, ketidakmampuan rakyat membaca berita dengan segala makna yang terkandung didalamnya telah menyebabkan rakyat salah memilih wakil dan pemimpinnya. Dan itu berimplikasi pada kegagalan rakyat untuk memperoleh hak kesejahteraan dan keadilannya. Ketika pemerintah mengatakan mereka komit pada pemberantasan korupsi, kita perlu membandingkannya dengan realitas lapang dimana pemberantasan korupsi yang tebang pilih begitu kasat mata. Kita perlu melihat bagaimana mafia anggaran yang masih kuat menggurita di hampir semua lembaga negara. Begitupun ketika pemerintah memberitakan cerita keberhasilan pertumbuhan ekonomi, kita mesti membandingkannya dengan realitas kemiskinan dan pengangguran yang masih begitu nyata. Kita mesti membandingkan dengan prestasi impor garam, singkong, daging dan beras kita. Kita harus membandingkan dengan kondisi infrastruktur di kota-kota dan desa-desa kita. Dengan begitu kita tidak menjadi rakyat yang mudah dibohongi ataupun dibodohi. Jepang adalah salah satu negara yang melatih kemampuan membaca rakyatnya dengan baik. Mereka diajarkan membaca bukan hanya yang tersurat tapi juga yang tersirat. Saya tidak tahu apakah ada bangsa yang memiliki writing system yang lebih kompleks dari Jepang. Mereka memiki tiga jenis huruf, yaitu Katakana, Hiragana dan Kanji. Jika di tambah dengan huruf latin, anak-anak Jepang belajar membaca 4 jenis huruf. Dan semua jenis huruf itu digunakan bersamaan dalam sebuah kalimat, sehingga mereka harus memiliki daya ingat yang kuat. Bayangkan kalau huruf latin hanya terdiri dari 26 huruf, maka kanji berjumlah lebih dari 3000. Itu belum ditambah katakana dan hiragana. Ketidakmampuan kita membaca dengan baik bisa berakibat fatal bagi masa depan kita. Ketidakmampuan membaca hanya akan melahirkan komunitas gosip yang mudah terintimidasi oleh berbagai isu yang tidak bisa diverifikasi kebenarannya. Manusia yang tak berdaya dalam tekanan isu tak akan mampu mengambil keputusan dengan jernih, karena jiwanya tidak merdeka. Kemampuan membaca menjadi prasyarat dasar manusia merdeka. Karena itu, marilah kita tingkatkan kemampuan membaca kita, kita tingkatkan kemampuan membaca situasi dan keadaan, kita tingkatkan kemampuan membaca tanda yang bertebaran, dengan begitu kita akan benar-benar bisa terlahir menjadi manusia merdeka yang tidak mudah tertekan oleh isu murahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline