Sebagai kelanjutan dari Filsapat Positivisme pada awal abad ke 20 yang dipopulerkan di Amerika Serikat (AS) oleh William James (1842-1910) dan John Dewey (1859-1952) yakni, PRAGMATISME PRAKTIS :
Adalah merupakan "cara berpikir" yang menjadi "sikap mental" dari kebenaran subyektip, yakni: kebenaran itu ditentukan/di ukur oleh "nilai kontan" ( cash-value) yang di dapatkan sekarang.
Pragmatisme Praktis merupakan Filsapat yang tidak mengakui "kebenaran obyektip" tetapi hanya mengakui "kebenaran subyektip"
Filsapat itu, merupakan filsapatnya "big busines man" yang mewakili kepentingan para konglomerat neo-liberal (neo-lib).
Pragmatisme Praktis atau cara pikir/sikap mental/ sikap tindak harus mendapat nilai kontan sekarang (dapat ke untungan berupa materi atau uang sekarang) telah merasuki sekujur tubuh orang-orang dewasa ini.
"Harus dapat keuntungan berupa uang sekarang" telah menjadi wabah virus menghinggapi isi benak kepala masyarakat di manapun di seantero jagat raya ini, tidak terkecuali di masyarakat indonesia dewasa ini, sekarang ini!
Inilah sebab kenapa biaya politik menjadi sangat mahal! biaya pemilihan anggota DPR, pemilihan anggota DPD, pemilihan BUPATI/WALI KOTA dan GUBERNUR serta pemilihan PRESIDEN telah menjadi, sangat mahal!
Wabah virus pragmatisme praktis ini bisa meruksak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara kita, karna yang paling diperdulikan adalah mendapat keuntungan berupa nilai uang sekarang. Tidak perduli bangsa dan negara ruksak tercabik-cabik, tidak perduli kepada kerusakan-kerusakan ahlak atau keruksakan apapun melanda kita!
Cara pikir dan sikap tindak dari pragmatisme praktis, sungguh telah menjadi seperti bius narkoba yang telah membelenggu masyarakat. Sungguh sudah menjadi sakit akut stadium tinggi menjangkiti benak masyarakat kita
Melawan dan perang kepada cara pikir/ sikap tindak pragmatisme praktis haruslah dilakukan secara sistimatis dan masip melalui program revolusi mental yang dicanangkan oleh presiden Jokowi.
Menurut Jokowi, revolusi mental berarti warga Indonesia harus mengenal karakter orisinal bangsa, yang berkarakter santun, berbudi pekerti, ramah, dan bergotong royong. Dia mengatakan, karakter tersebut merupakan modal yang seharusnya dapat membuat rakyat sejahtera.