Lihat ke Halaman Asli

Mujiono Sang Putra

Dosen, Mahasiswa Program Doktor UNDIKSA

Pendidikan untuk Pembebasan, menggagas Masa Depan Lebih Adil

Diperbarui: 18 Desember 2024   10:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan untuk Pembebasan: Menggagas Masa Depan yang Lebih Adil

Pendidikan sering disebut sebagai kunci untuk membuka pintu masa depan. Namun, tidak semua sistem pendidikan benar-benar membawa kebebasan. Paulo Freire, seorang filsuf dan pendidik asal Brasil, memperkenalkan konsep "pendidikan untuk pembebasan" yang mengubah pandangan konvensional tentang tujuan pendidikan. Konsep ini menjadi landasan bagi perjuangan melawan penindasan struktural melalui transformasi pendidikan yang kritis, dialogis, dan partisipatif. Artikel ini mengulas makna, prinsip, tantangan, dan relevansi pendidikan untuk pembebasan di dunia modern.

Apa itu Pendidikan untuk Pembebasan?

Pendidikan untuk pembebasan adalah pendekatan pendidikan yang bertujuan memberdayakan individu untuk memahami, menganalisis, dan melawan struktur penindasan yang ada di masyarakat. Dalam bukunya Pedagogy of the Oppressed, Freire mengkritik sistem pendidikan tradisional yang ia sebut "pendidikan gaya bank" di mana siswa dianggap sebagai wadah kosong yang harus diisi oleh guru. Pendekatan ini cenderung pasif, hierarkis, dan tidak memberdayakan.

Sebaliknya, pendidikan untuk pembebasan menempatkan siswa sebagai subjek aktif dalam proses pembelajaran. Mereka didorong untuk berpikir kritis tentang realitas sosial, ekonomi, dan politik di sekitarnya. Tujuan akhirnya adalah membangun kesadaran kritis (conscientizao) yang memungkinkan individu untuk bertindak demi perubahan.

Prinsip-Prinsip Pendidikan untuk Pembebasan

  1. DialogisPendidikan untuk pembebasan berbasis pada dialog antara guru dan siswa. Dalam proses ini, kedua belah pihak belajar dari satu sama lain dan bersama-sama menciptakan pengetahuan baru. Guru bukanlah otoritas tunggal, melainkan fasilitator yang membantu siswa menggali pemahaman mereka.

  2. KritisPendidikan ini mengajarkan siswa untuk tidak menerima segala sesuatu begitu saja, tetapi mempertanyakan dan menganalisis struktur kekuasaan dan ketidakadilan. Kesadaran kritis ini menjadi fondasi untuk memahami penyebab penindasan dan cara mengatasinya.

  3. PartisipatifPendidikan untuk pembebasan melibatkan siswa dalam setiap tahap pembelajaran, mulai dari merancang kurikulum hingga mengevaluasi hasil pembelajaran. Partisipasi ini memastikan bahwa pendidikan relevan dengan pengalaman hidup siswa.

  4. KontekstualPendidikan ini tidak bersifat universal, tetapi disesuaikan dengan konteks sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat tempat pendidikan itu berlangsung. Dengan demikian, pembelajaran menjadi lebih relevan dan bermakna.

Tantangan dalam Implementasi Pendidikan untuk Pembebasan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline