Oleh:
Mujiburrahman Al-Markazy
Ini adalah tulisan lanjutan. Bagi yang belum membaca tulisan terdahulu, kami sarankan diulas kembali pembahasan sebelumnya, agar tidak gagal paham. Terimakasih.
2. Menjaga Perdamaian Dengan 'Senjata'
Ketika seseorang kesatria hendak melindungi orang lemah, maka dia harus lebih kuat atau sejajar dengan musuh atau si penindas itu. Itu logika perangnya.
Ada juga yang berujar, "Ah, tidak harus sama heroik dan seperkasa dia. Semua kan bisa dinegosiasikan." Kalimat ini secara sepintas, ada benarnya. Itu terjadi jika orang zalim tadi merasa mendapat keuntungan lain jika dia lepaskan siksaan yang ia berikan. Tentunya ia menginginkan keuntungan yang lebih.
Logikanya sekarang dibalik. Jika yang dijajah suatu negeri oleh orang zalim dan negara jajahan itu memiliki kekayaan alam yang tidak bisa dibayar dengan apapun. Apakah hanya dengan modal negosiasi tanpa ada 'gertakan' lebih bisa membuat si penjajah zalim mau lepaskan cengkramannya? Mustahil.
Oleh karenanya, memiliki 'senjata' yang mumpuni untuk menggertak dan melumpuhkan 'libido' penjajahan yang tidak bisa direm adalah dengan show force, bahwa, "Kami pun punya 'senjata'". Sehingga si penjajah akan berfikir ulang dan menganalisis sejauh kekuatan yang mereka miliki untuk duel maut nanti, jika terjadi gejolak fisik. Lantas, senjata apa yang dibutuhkan?
a. Senjata Iman
Iman adalah senjata super canggih. Ia mampu mengalahkan kemampuan senjata hipersonik yang sangat ampuh sekalipun. Bagaimana tidak, senjata hipersonik hanya mampu menerobos kecepatan suara. Untuk sekarang ini belum ada senjata sekaliber yang dapat menandingi kelebihan senjata hipersonik.
Cuman kebanyakan orang tidak memahami, bahwa senjata iman mampu menerobos batas ruang dan waktu. Hanya dengan hitungan detik atau kurang dari itu, ia mampu mencapai di atas langit dan bumi. Ia mampu berjumpa dengan pemilik langit dan alam semesta, yakni Allah SWT.