Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Jasrif Teguh

Strategy and Corporate Risk Management - Founder IDN-Pharmacare Institute - Penulis

Layanan Telehealth: Tantangan dan Masa Depan Industri

Diperbarui: 9 Juni 2024   21:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Telehealth (sumber : iStock)

Pasca pandemi COVID-19, beberapa industri telah benar-benar pulih seperti pada sektor penerbangan dan pariwisata, meski beberapa industri lainnya mencoba menuju titik keseimbangan baru misalnya pada sektor property.

Pada sektor kesehatan, teknologi kesehatan digital telah menjadi game changer untuk melewati masa pandemi. Teknologi digital health begitu populer dan sangat diandalkan untuk melewati era krisis multidimensi di masa pandemi. Layanan telehealth ataupun telemedicine adalah salah satu contohnya.

Teknologi telehealth ini terus berkembang dan didopsi di banyak negara. Di Amerika serikat, sebagai negara maju, 75% konsumen yang disurvey oleh Rockhealth pada tahun 2023 dilaporkan pernah menggunakan telehealth, dan 83% dari pengadopsi tersebut telah menggunakan telehealth dalam 12 bulan terakhir.

Meskipun mengalami pertumbuhan eksponensial sejak pandemi COVID-19 yang ditandai dengan banyaknya pemain di sektor ini, namun kabar mengejutkan datang di kuartal II 2024 ini. Walmart dan Optum di Amerika Serikat menutup layanan telehealth-nya. Bahkan untuk Walmart juga menutup layanan klinik offline-nya.

Hal tersebut menjadi indikator bahwa dunia perawatan virtual sedang mengalami perubahan besar yang selanjutnya menimbulkan pertanyaan tentang masa depan telehealth itu sendiri.

Lantas, apa kira-kira yang menjadi penyebab dari tutupnya dua pemain telehealth di Amerika Serikat tersebut? Jika dianalisa lebih lanjut, terdapat beberapa faktor yang dapat diduga menjadi penyebabnya.

Pertama, model bisnis yang tidak berkelanjutan. Dalam hal ini kemampuan integrasi dengan catatan medis, sistem rujukan, dan layanan kesehatan lainnya membuat pengalaman pasien terfragmentasi. Selain isu tentang biaya yang belum tentu menjadikan telehealth lebih murah dibanding dengan kunjungan tatap muka.

Kedua, persaingan ketat dan margin laba rendah. Penurunan harga layanan telehealth akibat persaingan mempersulit penyedia layanan untuk menutupi biaya operasi. Adanya kompleksitas lanskap industri yang disebabkan oleh model bisnis yang belum jelas di antara berbagai perusahaan telehealth .

Ketiga, perubahan perilaku konsumen pasca-pandemi. Pasien merasa lebih nyaman kembali ke kunjungan tatap muka dengan dokter setelah puncak pandemi berlalu. Hal lainnya, pasien juga merasa lelah dengan konsultasi virtual, memicu keinginan untuk interaksi tatap muka.

Keempat, tantangan teknologi dan logistik. Adanya kondisi kesenjangan digital yaitu tidak semua pasien memiliki akses ke internet atau perangkat elektronik, menyebabkan ketidaksetaraan dalam perawatan kesehatan. Selain itu, ketersediaan tenaga kesehatan yang terbatas di daerah terpencil menyebabkan waktu tunggu yang lama dan akses terbatas. Kekhawatiran tentang keamanan data dan privasi pasien juga menimbulkan keraguan untuk menggunakan layanan telehealth.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline