Lihat ke Halaman Asli

Mujahid Zulfadli AR

terus berupaya men-"jadi" Indonesia |

Hanya Akan Ada, "Satu Indonesia"

Diperbarui: 1 Oktober 2016   20:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Iyang, Yani, dan Elsina (dok. pribadi)

Ini pengalaman berbagi dengan anak-anak. Sekitar dua tahun silam. Selama setahun saya dipercayakan memegang kelas tiga sebagai guru wali kelas di sekolah dasar, di Papua Barat.

Hari Sabtu menjadi waktu paling menyenangkan bagi kami semua. Karena di hari itu, semua ide, kreativitas, tawa, dan gerak lincah tertumpah ruah. Siapapun bisa berbagi. Anak-anak sekalipun. Pernah suatu ketika, saya mabuk Mop Papua. Seharian di Sabtu itu, mereka bergiliran menceritakan Mop paling unik dan lucu pada saya.

Anak-anak murid saya yang imut-lucu-menggemaaskan di kelas tiga selalu menunggu-nunggu datangnya hari Sabtu. Mereka bahkan selalu merelakan diri tidak bolos sekolah ke pasar distrik yang bukanya cuma sekali seminggu itu.

Di kelas kami, sebuah peta Indonesia terpampang dengan gagahnya. Setiap hari, anak-anak menyaksikan peta itu. Mereka melihat fakta bahwa negera mereka, ternyata terdiri dari lima pulau berukuran besar. Yang paling ujung ada Pulau Sumatera. Hingga paling ujung timur yang merupakan kebanggaan mereka. Pulau yang berbentuk burung Cendrawasih: dataran besar Pulau Papua.

Semua pulau itu yang tergabung-gabung itu, yang mereka yakini pasti sangat besar, hanya merupakan satu negara saja: Indonesia.  

Setiap kali mereka melihat lekat-lekat peta itu, mereka selalu saja terkagum-kagum, aneh, dan juga terbit rasa heran. Setiap hari mereka iseng menjadikan bahan mainan, di mana letak Fakfak, atau di mana letak Teluk Bintuni. Ada saja anak muridku yang sampai berdiri lama-lama melihat peta. Seperti menghadap cermin saja.

Ada juga yang terbingung-bingung dan penasaran. Barangkali belum menemukan di mana letaknya tulisan ‘Manokwari’ atau ‘Makassar’.

Nah, di salah satu Sabtu pagi yang cerah, saya memberikan pengalaman sederhana bagi mereka. Menggambar Peta Indonesia. Alih-alih menggambar, sebenarnya hanya menjiplak peta Indonesia yang sebenarnya.

Saya ingin menyelipkan pesan penting ke anak-anak. Tentang Indonesia mereka yang sungguh beragam. Mengapa negara mereka yang terdiri beda bahasa, beda budaya, beda warna kulit dan beda agama ini bisa rukun-rukun saja senantiasa. Bagaimana cara menjaga yang beda-beda itu bisa tetap satu, hidup berdampingan dengan damai.   

Sesi kelas Sabtu itu kami namakan “Hanya Satu Indonesia”. Sebuah model pembelajaran tematik bagi anak-anak kelas tiga yang mengintegrasikan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Ilmu Pengetahun Sosial. Khususnya pada kompetensi bagaimana anak-anak melakukan kerjasam dan mengenal kebhinnekaan Indonesia.

Dengan aktivitas itu, anak-anak kesayangan saya dapat merasakan sendiri pengalaman menggambar 5 pulau besar Indonesia secara bersama-sama, mengenal keragaman masing-masing, serta mendorong mereka menyampaikan argumentasi singkat mengenai persatuan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline