Lihat ke Halaman Asli

Mujab

Wahana menuangkan karya dan gagasan

Majukan Pertanian Indonesia Pak Presiden Pabowo

Diperbarui: 15 Oktober 2024   11:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sektor pertanian Indonesia menjadi fokus utama dalam upaya mencapai ketahanan dan kedaulatan pangan. Dengan terpilihnya Presiden Prabowo, tantangan dan peluang baru muncul untuk pengembangan sektor ini. Jika tantangan tersebut bisa diatasi dengan baik, Indonesia dapat memperkuat kedaulatan pangannya dan meningkatkan kesejahteraan para petani. Namun, jika tidak, kondisi pertanian Indonesia berisiko semakin terpuruk.

Salah satu masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah ketergantungan pada impor pangan seperti kedelai dan gula. Ketergantungan ini menjadi tantangan besar bagi kedaulatan pangan, meskipun Indonesia memiliki potensi besar untuk memproduksi pangan dalam jumlah yang cukup. Langkah konkret perlu diambil untuk mengurangi ketergantungan pada impor dan memaksimalkan potensi domestik.

Indonesia sebenarnya diberkahi dengan kekayaan alam yang luar biasa, termasuk lahan pertanian yang luas dan subur. Dengan pengelolaan yang tepat, sektor pertanian dapat menjadi kekuatan utama perekonomian. Indonesia berpotensi menjadi negara superpower di bidang pangan sebelum membangun kekuatan militernya. Dari beras hingga buah-buahan tropis, umbi-umbian, sayur-mayur, dan palawija tumbuh dengan subur di tanah Indonesia yang berada di kawasan cincin pasifik, didukung oleh tanah yang subur, iklim tropis, dan curah hujan yang cukup.

Namun, meskipun sektor pertanian menyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia, masih banyak tantangan yang perlu diatasi. Mayoritas penduduk di perdesaan bergantung pada sektor pertanian sebagai sumber penghidupan. Sayangnya, pengelolaan lahan yang tidak optimal menjadi kendala. Lahan yang seharusnya produktif seringkali tidak dikelola dengan baik karena masalah tata kelola, konflik lahan, atau alih fungsi lahan untuk industri dan perumahan. Kondisi ini mengurangi produktivitas pertanian dan ketersediaan lahan bagi para petani, sementara konversi lahan pertanian menjadi ancaman serius bagi masa depan sektor ini.

Selain itu, meskipun tenaga kerja di sektor pertanian melimpah, banyak dari mereka memiliki keterampilan yang rendah. Minimnya pelatihan yang memadai membuat produktivitas pertanian stagnan dan tidak mampu bersaing di pasar global. Padahal, program-program pemerintah seperti food estate, subsidi pupuk, dan inovasi teknologi pertanian seharusnya bisa memberikan dukungan signifikan bagi para petani. Infrastruktur seperti bendungan, jalan, dan irigasi juga sangat penting untuk memperbaiki akses dan distribusi hasil pertanian agar petani bisa menjual produknya dengan lebih efisien.

Sayangnya, kebijakan pemerintah sering kali tidak tepat sasaran. Program-program yang diluncurkan sering kali tidak berhasil meningkatkan kesejahteraan petani karena distribusi bantuan yang tidak merata atau bahkan dikorupsi di tingkat lokal. Fokus kebijakan yang sempit pada komoditas tertentu juga membuat sektor pertanian secara keseluruhan kurang diperhatikan.

Beberapa masalah besar lainnya yang masih menjadi pekerjaan rumah (PR) adalah minimnya inovasi teknologi di kalangan petani. Sebagian besar masih menggunakan metode tradisional dan peralatan sederhana, sehingga tidak dapat memanfaatkan potensi teknologi modern untuk meningkatkan hasil produksi. Akses modal juga menjadi kendala, dengan banyak petani yang kesulitan mendapatkan kredit atau pendanaan yang memadai untuk mengembangkan usahanya. Program permodalan yang ada sering kali tidak menjangkau petani kecil, atau prosedurnya terlalu rumit.

Pendidikan dan keterampilan petani yang rendah juga menghambat adopsi teknologi baru. Sistem pendidikan pertanian belum memberikan perhatian yang cukup, dan pelatihan bagi petani masih sporadis serta kurang berkelanjutan. Selain itu, fragmentasi lahan pertanian juga menjadi tantangan besar, karena petani mengelola lahan kecil dengan hasil yang terbatas, membuat mereka rentan terhadap fluktuasi harga dan gagal panen.

Namun, peluang bagi sektor pertanian Indonesia masih sangat besar. Permintaan bahan pangan dalam negeri yang besar merupakan potensi yang bisa dimaksimalkan. Dengan populasi lebih dari 275 juta jiwa, kebutuhan pangan setiap hari sangatlah besar. Sebagai contoh, konsumsi beras nasional diperkirakan mencapai 1,26 juta ton per bulan. Selain itu, pasar ekspor produk pertanian Indonesia juga memiliki peluang besar, terutama dengan meningkatnya permintaan global terhadap produk pertanian organik dan berkualitas tinggi.

Teknologi pertanian seperti precision farming dan smart agriculture juga mulai diterapkan di Indonesia, memberikan harapan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Pengembangan komoditas baru dan produk turunan dari hasil pertanian juga dapat meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk Indonesia di pasar domestik dan internasional.

Namun, peluang besar ini belum dimanfaatkan secara maksimal. Indonesia masih mengalami keterbatasan dalam diversifikasi produk. Pengembangan produk organik dan bernilai tambah seringkali gagal karena kurangnya dukungan kebijakan dan infrastruktur. Kualitas produk pertanian Indonesia juga sering kali belum memenuhi standar internasional, yang menghambat daya saing di pasar global. Infrastruktur penyimpanan dan distribusi yang buruk menyebabkan kerugian pasca panen yang tinggi, sementara sistem distribusi yang tidak efisien menambah ketergantungan petani pada tengkulak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline