Lihat ke Halaman Asli

Muis Sunarya

TERVERIFIKASI

Menulis tentang filsafat, agama, dan budaya

Apa Faedahnya Penundaan Pemilu 2024?

Diperbarui: 13 Maret 2022   21:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Jokowi saat mengenalkan para menterinya di Kabinet Indonesia Maju tahun 2019, lalu. (KOMPAS.COM)

Isu penundaan pemilu 2024 seksi menggoda, dan membuat laguh-lagah di lini masa. Ibarat bola salju yang terus bergulir dan bergerak zig-zag. Entah ke mana mengarah dan bermuara.

Setala dan setali tiga uang dengan isu yang juga riuh rendah mendahului, adalah perpanjangan jabatan presiden dan jabatan presiden tiga periode.

Artinya, terkait isu penundaan pemilu 2024, perpanjangan jabatan presiden, dan jabatan presiden tiga periode, sesungguhnya apa yang diinginkan oleh para politisi itu, dan bermuara ke mana?

Apakah ini? Pertahankan Presiden Jokowi barang beberapa tahun ke depan, atau beri ia kesempatan tetap pada posisinya untuk melanjutkan cetak biru dan kinerjanya setahun atau dua tahun ke depan.

Dan jika tidak bisa, lantaran konsitusi tidak memungkinkan, maka biarkan ia dan kasih kesempatan ikut lagi dalam kontestasi pilpres dengan mengandaikan terpaksa lakukan segera amandemen Undang-undang dan peraturan yang ada.

Maka jika begitu, berarti berubah, dan jadilah, jabatan presiden tiga periode (3 kali 5 tahun). Bukan lagi dua periode (2 kali 5 tahun). Hebring euy.

Karena jika itu semua tidak dilakukan, sekadar mengandai-andai (semoga saya keliru), ini yang ditakutkan dan dikhawatirkan menurut kalkulasi politik (jangka waktu dan anggaran), maka sedikit banyak sangat memengaruhi semua proyek pembangunan infrastruktur, terutama yang sudah (masih) dalam proses.

Maka, tak ubahnya berulang terjadi sebagaimana perisakan pemerintahan ini terhadap pemerintahan sebelumnya: Bakal mangkrak dan dianggap gagal total.

Nah, logikanya, mau ditaruh di mana muka ini, apakah itu tidak memalukan. Sedari awal, tahu sendiri. Menggebu meninggalkan kenangan manis, malah sumpah serapah yang didapat. 

Bermimpi meninggalkan legacy, justru bully bertubi-tubi. Jadi enggak enak hati toh. Itu mungkin yang dikhawatirkan. Jadi, panik? Barangkali.

Menurut hemat dan naluri saya yang awam ini tentang politik, jika isu-isu yang terus bergulir itu benar-benar dilakukan, atas dalih apa pun, misalnya, dalih yang terus dinyatakan, karena pertimbangan pemulihan ekonomi pasca pandemi, maka yang ada adalah mudarat, bukan maslahat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline